Kesaksian
Shalom,
Nama saya Sri Muliani dan suami saya Hengky Sugianto, kami berjemaat di GBI AKR. Saya mendarat di Jakarta pada tanggal 17 Maret 2020 dan suami saya tanggal 18 Maret 2020 dalam suatu perjalanan dari Paris. Segera setelah itu saya dan suami berinisiatif untuk segera melakukan test COVID-19. Namun hal tersebut tidak dapat kami lakukan karena peraturan di rumah sakit rujukan kami harus terlebih dahulu menjalani isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.
Esok harinya anak saya y...
Shalom,
Nama saya Sri Muliani dan suami saya Hengky Sugianto, kami berjemaat di GBI AKR. Saya mendarat di Jakarta pada tanggal 17 Maret 2020 dan suami saya tanggal 18 Maret 2020 dalam suatu perjalanan dari Paris. Segera setelah itu saya dan suami berinisiatif untuk segera melakukan test COVID-19. Namun hal tersebut tidak dapat kami lakukan karena peraturan di rumah sakit rujukan kami harus terlebih dahulu menjalani isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.
Esok harinya anak saya yang pertama memberitahukan kalau tenggorokannya sakit. Sebelumnya ia sempat bertemu dengan rekan kerja yang ternyata terpapar COVID-19. Oleh karena itu pada tanggal 20 Maret 2020 saya membawa anak saya ke dokter THT, Puji Tuhan hasil rontgennya bagus. Namun setelah itu suami saya mulai batuk, pilek dan demam tinggi, tetapi tidak berapa lama kemudian demamnya mereda dan timbul kembali.
Saya dikejutkan dengan berita bahwa salah satu pasien yang ditangani oleh dokter THT yang menanggani anak saya meninggal karena COVID-19. Ketika itu saya berusaha menenangkan diri dan mengimani bahwa anak saya akan baik-baik saja.
Karena demam suami saya tidak turun-turun dan dadanya terasa tidak enak seperti panas, gelisah dan gemetar, saya segera membawa dia ke dokter langganan kami. Dari dokter inilah kami mengetahui bahwa dokter THT yang memeriksa anak saya, suspect COVID-19.
Saat itu dokter meminta kami sekeluarga untuk rontgen Thorax. Dari hasil pemeriksaan tersebut suami saya ada sedikit radang paru-paru, tetapi dokter memberitahukan itu bukan COVID-19 dan Puji Tuhan, hasil rontgen saya dan anak-anak hasilnya semua baik.
Sampai pada tanggal 30 Maret 2020, walaupun suami sudah minum obat, demamnya tidak turun-turun juga. Malah ia tidak bisa tidur karena sesak nafasnya, oleh karena itu saya langsung membawa dia ke dokter.
Di rumah sakit suami saya kembali di rontgen, hasilnya bertambah buruk. Dari hasil CT scan dan melihat gejala yang dialami oleh suami saya yaitu demam, sesak nafas, diare, maka suami saya dinyatakan positif terpapar virus COVID-19 dan kami sekeluarga diminta melakukan test SWAB.
Keadaan tidak memungkinkan untuk kami dirawat di sana, karena rumah sakit tersebut bukanlah rumah sakit yang menanggani COVID-19. Karena suatu alasan dokter juga tidak memberikan rumah sakit rujukan untuk suami. Akhirnya atas anjuran dari dokter, suami saya dirawat di rumah saja karena akan lebih terawat, tentunya dengan mengikuti aturan yang diberikan. Mengkonsumsi obat-obat yang diberikan oleh dokter seperti Chloroquin, antibiotik Zysin dan juga menyediakan tabung oksigen. Selain itu untuk suplemen tambahan saya berikan vitamin C, D3 dan E berikut jus jambu 3-4 gelas perharinya. Sayapun melengkapi diri dengan memakai masker, sarung tangan kebun karena sayalah yang menjaga dan merawat suami saya selama ia sakit.
Melihat keadaan orang yang kita sayang dan cintai dinyatakan positif COVID-19, rasanya saya seperti berada di ujung jurang maut. Apalagi mendengar dan melihat banyaknya hamba Tuhan yang meninggal disebabkan oleh virus ini membuat hati saya dan suami menjadi takut.
Namun ketakutan itu tidak berlangsung lama, karena kemudian saya dan suami bersama-sama sepakat untuk bangkit mulai memperkatakan kata-kata yang membangun, saling menyemangati dan percaya, penuh keyakinan kalau Tuhan Yesus pasti akan menolong dan menyembuhkan. Setiap hari terus kami memperkatakannya.
Saya tidak mau melihat keadaan yang ada, secara mata saya melihat bagaimana suami saya menderita sesak nafas. Setiap kali jalan ke toilet nafasnya terengah-engah, kasihan sekali melihatnya seperti itu. Tetapi saya terus melepaskan perkataan iman, bahwa Hengky suami saya sembuh karena ada darah Yesus yang mengalir pada tubuhnya dan semua virus COVID-19 telah dibakar oleh api Roh Kudus.
Selain memperkatakan kata-kata iman, saya juga terus berdoa kepada Tuhan, minta kesembuhan terjadi. Kami bersyukur atas setiap dukungan doa; baik dari keluarga, maupun teman-teman sepelayanan dan gembala kami di GBI AKR. Itu menjadi kekuatan untuk saya selama merawat suami.
Hari berganti hari, ketika melihat suami saya berjalan ke toilet dan kembali jalan ke tempat tidurnya tanpa sesak nafas, saya terus memperkatakan kata-kata iman dan menaikkan syukur kepada Tuhan Yesus, bahwa semakin hari keadaannya semakin membaik dan semakin dipulihkan.
Puji Tuhan, Tuhan Yesus baik, Pada tanggal 3 April 2020 suami saya sudah tidak lagi menunjukkan gejala COVID-19, saya yakin dan percaya Tuhan Yesus sudah menyembuhkan. Selain itu Tuhan Yesus juga menjaga saya sepanjang saya merawat dan menjaga suami, sehingga saya tidak terpapar, padahal saya hanya memakai masker dan sarung tangan kebun saja.
Tanggal 12 April 2020 hasil SWAB saya dan anak-anak hasilnya negatif dan tanggal14 April 2020 hasil SWAB suami saya juga negatif. Apa yang saya alami dan bagikan di sini adalah perjuangan iman dan doa, kalau ada saudara atau siapapun yang dinyatakan positif COVID-19, jangan hilang semangat, yakin dan percaya Tuhan Yesus yang akan merenda hidup kita menjadi indah. Tuhan Yesus sangat baik, terima kasih Tuhan Yesus.
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
Our Media Social :
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala