Sekitar bulan Maret 2015, saya sering mengalami panas serta demam; seminggu panas lalu turun, kemudian panas lagi, dan itu going on sampai sekitar bulan Juli 2015. Hasil pemeriksaan dokter langganan keluarga memperkirakan saya kena typus atau demam berdarah, karena sering demam dan keluhannya sama, namun setelah dicek darah hasilnya normal.

Setelah lewat 3-4 bulan, tepatnya bulan Agustus 2015, suatu hari saya mengalami demam yang cukup parah. Kembali berobat ke dokter, saya disarankan untuk melakukan tes ANA (autoimun), meskipun saat itu saya belum tahu menahu tentang penyakit ini. Setelah dokter menyampaikan hal tersebut, barulah saya mencari informasi di internet seputar penyakit autoimun. Ternyata jenisnya banyak.

Satu minggu kemudian, hasil pemeriksaan laboratorium keluar, saya dinyatakan positif autoimun. Penyakit ini disebabkan terdapat ANA dalam tubuh saya dalam kadar yang tinggi. Pemeriksaan dilanjutkan dengan tes darah ANA profile, yaitu untuk mengetahui autoimun dalam diri saya menyerang di bagian apa saja.

Akhirnya saya bersama keluarga menelusuri lebih dalam lagi apa yang menjadi penyebab autoimun; mengapa saya bisa mengalami ini, dan kenapa bisa begini? Yang paling membuat kami down dan sedih adalah penyakit autoimun ini tidak dapat disembuhkan. Saya sudah berobat ke beberapa dokter dan juga mencari artikel jurnal, namun ternyata memang tidak ada yang bisa menyembuhkan autoimun. Autoimun hanya bisa sampai pada tahap yang disebut remisi di mana gejalanya tidak lagi parah.

Hasil dari pemeriksaan lanjutan pun keluar. Gejala autoimun ini ternyata sangat parah di dalam tubuh saya. Saya ingat sewaktu duduk di bangku SMP kelas 3 saya sering sekali pingsan, sering jatuh saat sedang berjalan, karena kaki terasa sangat lemas. Baru saja beraktifitas sebentar di sekolah saya merasa lelah sekali dan akhirnya saya jatuh pingsan, juga sering merasakan lelah meskipun sudah tidur nyenyak. Sehingga waktu bangun tidur terasa masih lelah dan capek yang berlebihan. Saya juga sering sekali mengalami sesak napas, sampai-sampai harus menyediakan persediaan tabung oksigen di rumah. Gejala ini berlangsung cukup lama dan kian hari semakin parah.

Saya pun berobat ke dokter spesialis autoimun, dan setelah diperiksa dokter mengatakan: “Ini kena syndrome, jadi harus diperiksa ulang.” Setelah itu saya kembali melakukan cek darah dan ternyata dokternya seperti meragukan, karena hasilnya tidak sesuai dengan gejala syndrome yang disampaikan dokter tersebut. Akhirnya saya memutuskan untuk berobat ke Singapura dan Malaysia, melihat kondisi yang tidak membaik. Karena terkadang saya sampai tidak bisa beranjak dari tempat tidur, yang membuat saya sama sekali tidak bisa beraktifitas seperti kebanyakan remaja pada umumnya.

Dari Singapura, kami ke Malaysia. Hasil pemeriksaan pada salah satu RS di Malaysia disampaikan bahwa saya mengalami JIE (Juvenile Idiophatic Athritis) yaitu jenis autoimun peradangan sendi. Saya pun diberikan bermacam obat yang sangat banyak. Tahun 2016 itu, hidup saya berubah; karena yang tadinya sehat, normal, tiba-tiba berubah. Saya menjadi anak yang harus rutin meminum obat setiap harinya, sampai-sampai jumlahnya puluhan.

Saya juga harus melakukan tes darah setiap bulannya, dan pengambilan sampel darahnya banyak sekali, sampai-sampai saya kebal sama jarum suntik. Tahun 2015 adalah tahun di mana saya harus bolak-balik rumah sakit. Saat itu pertama kali di dalam hidup saya, di mana saya harus melewati ulang tahun di IGD, sedih banget rasanya. Hal ini disebabkan karena waktu itu saya sesak napas, tidak bisa bangun, bergerak dan betul-betul menyiksa diri saya.

Memasuki tahun 2016, saya kembali cek ke dokter dalam maupun luar negeri secara rutin. Keadaan itu membuat saya menjadi anak yang pemurung, padahal saya sudah melayani Tuhan di JC (Junior Church), menjadi worship leader, dan juga melayani Tuhan sebagai pelayan musik. Tetapi entah mengapa “At that time, I cannot see God”. Saya merasakan Tuhan tidak ada. Seperti yang selalu saya dengar Tuhan bisa sembuhkan ini, Tuhan bisa sembuhkan itu, tapi kenapa the miracle does not happen to me.

Waktu itu saya mulai meragukan dan mempertanyakan apakah Tuhan benar-benar ada? Dan kenapa saya bisa mengalami hal seperti ini, apalagi gejala yang saya alami semakin parah dan saya merasakan benar-benar sakit, sakit sekali. Sampai pada satu titik, badan pun tidak bisa disentuh sama sekali, karena saya merasa seluruh badan ngilu sekali. Waktu itu saya benar-benar bertanya sama Tuhan, “Kenapa bisa seperti ini?”

Jenis penyakit autoimun ini ada lebih dari 120 jenis. Sehingga saya diperlukan waktu untuk mengetahui jenis autoimun yang saya alami, karena gejala yang saya alami sama persis antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Yang menyebabkan autoimun disebut sebagai penyakit seribu wajah, karena gejalanya tergolong mirip semua.

Di tahun 2016 saya kembali berobat. Karena keadaan saya semakin parah, saya harus minum obat ini dan itu meskipun tidak mempan. Saya sudah coba berbagai cara klinis dan obat-obatan dari dokter sampai ke herbal. Namun sama sekali tidak ada efek baik bagi tubuh, saat itu saya benar-benar lemah, bahkan saya hampir menyerah.

Tiba di tahun 2017, saya pun masuk ke Sekolah Menengah Atas. Keluarga memutuskan agar saya belajar dengan metode home schooling. Karena untuk sekolah seperti biasa pada umumnya, saya kesulitan. Bisa saja saya masuk hanya 22 hari dan setelah itu ijin tidak masuk 20 hari, sebab saya susah bangun dari tempat tidur, kadang kalaupun saya masuk sekolah bisa tiba-tiba jatuh pingsan dan juga tidak bisa bangun dari kursi. Bisa dibayangkan seperti apa kondisi saya saat itu, sangat tersiksa jika harus bersekolah secara langsung, di mana proses belajar mengajar dari jam 7 pagi sampai jam 3 atau 4 sore setiap harinya. Ditambah lagi beban pelajaran yang besar dan akhirnya keluarga pun memutuskan untuk tidak sekolah secara on the spot.

Setelah melakukan pengobatan dan pemeriksaan rutin, dokter mengambil kesimpulan bahwa saya mengidap autoimun yang menyerang kelenjar luka, kelenjar ludah, dan kelenjar air mata. Saat itu memang mata dan lidah saya kering. Karena mata yang kering, membuat pandangan saya seringkali berbayang seperti ada kabut.

Tahun 2017 saya pernah pingsan di gereja dan setelah dilakukan kembali pemeriksaan, dokter menemukan ada pengerasan batang saraf otak yang disebut multiple sclerosis. Di saat itu saya tanya ke dokter: “Apa itu MS? Gejalanya apa? Akibatnya bagaimana? Dan apa efek ke depannya?” Dokter menyampaikan bahwa saya akan kehilangan indera pengecap dan susah jalan. On that time I feel like my world was broken. Saat itu timbul dalam pikiran saya ingin bunuh diri. Saya merasa sudah tidak ada harapan, sudah tidak akan bisa melanjutkan sekolah di SMA, apalagi kuliah. Untuk saya survive di tahun itu saja, saya benar-benar butuh kasih karunia Tuhan, karena saya sudah tidak lagi melihat masa depan untuk hidup saya sebagai seorang anak muda.

And at some point, I wish me to be dead. Waktu itu saya berharap mati saja, saya bilang sama Tuhan: “Please! Ambil saja saya Tuhan, saya sudah tidak kuat.” Saat itu saya sempat coba untuk bunuh diri. Saya coba potong urat nadi, coba ini, coba itu, tetapi tiba-tiba saya sadar kalau semua itu dosa. Jadi setiap saya berdoa, bukan ucapan syukur yang keluar dari mulut saya, tapi saya minta Tuhan cabut nyawa saya sekarang. Saya bilang “Tuhan, buat saya jatuh dari tangga, atau apa pun seperti mungkin keserempet atau ketabrak.” Hal-hal itulah yang saya minta di dalam doa saya dan saya benar-benar menjauh dari Tuhan, karena saya tidak bisa melihat Tuhan itu ada.

Sampai pada suatu hari saya mendengar sebuah lagu rohani. Lagu itu berkata bahwa kita harus bersyukur atas apa pun yang terjadi di dalam hidup kita, sebab semuanya masih dalam kontrolnya Tuhan. Saya langsung sadar bahwa ketika saya marah-marah pun tidak akan mengubah situasi saya.

Saya sadar saya harus bersyukur senantiasa. Jadi at some point in my life, saya memutuskan untuk: “Tuhan, saya mau mengucap syukur, saya mau lebih dekat sama Engkau, saya mau mengerti dan saya mau biar rencana Tuhan yang terjadi dalam hidup saya.”

Mulai saat itu, setiap pagi ketika saya terbangun, saya mengucap syukur dan berterima kasih kepada Tuhan, padahal saya tidak bisa bangun dari tempat tidur, tetapi entah kenapa saya tetap ingin mengucap syukur. Saya bilang: “Terima kasih Tuhan, saya masih bisa membuka mata.” Saya mulai mengganti dengan doa, juga mulai merubah pola hidup dan kebiasaan saya.

Saya terus biasakan untuk setiap bangun tidur langsung buru-buru membangun hubungan sama Tuhan, baca Firman, masuk menara doa, dan rajin ikut doa fajar. Setiap pagi, setiap hari, saya selalu mencari wajah Tuhan, saya bilang: “Tuhan, tolong kasih kekuatan dan tolong sembuhkan saya. Kalau Tuhan bisa sembuhkan banyak orang, pasti Tuhan juga bisa sembuhkan saya.” Itulah yang menjadi iman saya saat itu.

Sejak tahun 2015 saya selalu berulang tahun di rumah sakit, dalam keadaan diinfus, berjuang di rumah sakit, dan itu menyedihkan sekali rasanya, tidak tahu kenapa. Tapi ada satu doa yang saya minta ke Tuhan untuk umur 17 tahun nanti, karena sangat penting bagi remaja pada umumnya merayakan ulang tahun di usia tersebut. Saya minta sama Tuhan, saya ingin bersaksi buat teman-teman saya, saya mau buat pesta perayaan dengan tujuan mau bersaksi buat teman-teman saya bahwa Dialah Tuhan penyembuh. Saya minta Tuhan menolong saya dan saya sangat yakin Tuhan bisa mengadakan mujizat-Nya.

Seiring berjalannya waktu hingga sampai di pertengahan tahun 2018, saya kembali melakukan pemeriksaan di Singapura. Saya ingat waktu itu bulan Oktober, dan tepatnya sebulan lagi ulang tahun saya yang ke 17. Gejala yang saya alami agak berkurang. Dokter menyarankan saya melakukan tes ulang dari mulai tes darah dan lain-lain. Setelah menjalani tes hasilnya baru akan diketahui 1 sampai 2 hari ke depan.
Selama waktu menunggu itu saya berdoa: “Tuhan, tolong nyatakan mujizat-Mu dalam kehidupanku. Tuhan, I speak blessing, I speak healing, I speak life time to my self and I believe You are The God that heals me.

Dua hari berlalu, saya pun menunggu hasilnya dengan penuh harapan bahwa hasilnya akan baik. Sambil membuka hasil tes dokter membacakan, namun terlihat dari mimiknya, seperti orang yang bingung. Kemudian dokter pun mengatakan: “You are normal. tes darahmu semua normal.” Dan saya bandingkan dengan beberapa tes yang dilakukan sebulan sebelum ke Singapura. Memang angkanya jelek, namun hari ini hasil yang keluar dari RS di Singapura, semua angkanya normal. Saya bersama keluarga juga dokter sama-sama speechless. Dokter berkata: “Saya tidak tahu kenapa ini bisa terjadi.” Dan saya hanya perlu kembali pada akhir tahun untuk melakukan kontrol, memastikan semuanya baik-baik saja. Ajaib dan Puji Tuhan!

Saat itu saya terkejut: “Wowww ini sungguh Mujizat Tuhan”, yang terjadi sebulan sebelum ulang tahun saya. Saat pesta ulang tahun yang ke-17, saya benar-benar menyaksikan, saya mengangkat pujian di depan teman-teman. Saya katakan kepada mereka: “Tuhan itu Tuhan penyembuh, Dia tidak pernah terlambat, Dia selalu tepat waktu, Dia menepati janji-Nya dan Dia setia.”

Tadinya saya tidak pernah berpikir untuk kuliah, saya tidak pernah mau kuliah dan tidak akan bisa kuliah. Tapi sekali lagi Tuhan adakan hal yang sungguh luar biasa, Tuhan berikan beasiswa ke New Zealand.
Janji Tuhan adalah masa depan itu sungguh ada, rancangan yang penuh damai sejahtera dan bukan kecelakaan, itu Tuhan nyatakan dalam hidup saya. Akhirnya saya pun kuliah di New Zealand, dan saya benar-benar sembuh secara sempurna. Sungguh Tuhan Yesus itu baik, amat baik dan teramat baik.

Haleluya, Tuhan Yesus memberkati kita semua! Amin. Bagi saya Tuhan itu sungguh setia.