Renungan Khusus
Keempat Injil dalam Alkitab mencatat peristiwa penyaliban yang dialami oleh Tuhan Yesus. Catatan-catatan yang tertulis dalam keempat Injil ini semuanya saling melengkapi satu dengan lainnya, sehingga pembaca Injil mendapatkan gambaran yang jelas mengenai peristiwa penyaliban Tuhan Yesus dalam rencana penyelamatan manusia. Tidak ada satu pun yang saling bertentangan satu sama lainnya.
Salah satu yang menarik adalah terlihat seolah-olah ada perbedaan antara Matius dan Lukas yang mencatat a......
Keempat Injil dalam Alkitab mencatat peristiwa penyaliban yang dialami oleh Tuhan Yesus. Catatan-catatan yang tertulis dalam keempat Injil ini semuanya saling melengkapi satu dengan lainnya, sehingga pembaca Injil mendapatkan gambaran yang jelas mengenai peristiwa penyaliban Tuhan Yesus dalam rencana penyelamatan manusia. Tidak ada satu pun yang saling bertentangan satu sama lainnya.
Salah satu yang menarik adalah terlihat seolah-olah ada perbedaan antara Matius dan Lukas yang mencatat adanya perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh kedua penjahat yang disalibkan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Sedangkan dalam Lukas 23:39-41 tercatat:
“Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!". Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."
Matius mencatat kedua penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus mencela Dia, sedangkan Lukas mencatat salah satu penjahat mencela sedangkan penjahat lainnya menyatakan hal yang sebaliknya. Secara sepintas lalu hal ini sepertinya berbeda dan bertentangan satu dengan yang lainnya. Dan bagi beberapa orang perbedaan ini membuat mereka menyatakan bahwa Alkitab salah.
Ketika kita mempelajarinya lebih dalam, maka kita mengerti bahwa baik Matius maupun Lukas tidak salah dalam mencatat peristiwa penyaliban Tuhan Yesus. Perbedaan ini terjadi karena kedua peristiwa itu memang adalah dua peristiwa dari timing yang berbeda.
Pada awalnya kedua penjahat tersebut memang mencela Yesus, tetapi kemudian terjadi perubahan; di mana salah satunya menyadari sesuatu hal dan akhirnya berubah dari mencela menjadi “membela” Yesus. Bahkan dalam ayat-ayat berikutnya, Lukas mencatat perubahan dan pertobatan salah satu penjahat tersebut dan pengakuannya akan Yesus sebagai Raja yang akhirnya membuat dia menerima janji keselamatan yang pasti.
Lukas 23:42-43,
“Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."
Point penting yang harus diperhatikan adalah apa yang membuat salah satu dari kedua penjahat itu mengalami perubahan dari mencela menjadi membela dan akhirnya mendapat keselamatan. Perubahan ini terjadi setelah dia mendengar Tuhan Yesus berkata:
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:33-44)
Perubahan itu terjadi ketika pengampunan dilepaskan Yesus justru di tengah penderitaan-Nya yang luar biasa di dalam proses penyaliban yang mengerikan itu.
Semua orang yang disalib karena perbuatannya yang tidak terampuni lagi secara hukum akan mengatakan perkataan-perkataan yang kasar dan jahat. Sumpah serapah, hujatan, makian kemarahan dan perkataan lain yang sangat tidak baik akan dikatakan oleh orang yang disalibkan. Karena salib adalah sebuah hukuman yang paling berat pada zaman itu dan penderitaan yang dialami bukan saja secara jasmani, tetapi juga secara jiwani.
Secara fisik, penderitaan yang dialami oleh Tuhan Yesus jauh lebih berat daripada biasanya. Cambuk yang dipakai untuk menyiksa Tuhan Yesus, sebagai contoh, bukanlah cambuk yang biasa dipakai untuk menyesah orang sebelum disalibkan. Cambuk yang dipakai untuk menyesah Yesus ujungnya adalah benda-benda tajam seperti duri atau serpihan besi yang tajam sehingga ketika dicambukkan ke punggung Yesus bukan hanya membuat luka luar saja, tetapi sampai merobek kulit dan mencabik daging punggung-Nya, sehingga terjadi luka yang sangat dalam.
Juga penderitaan secara rohani ketika Tuhan Yesus ditinggalkan sementara waktu oleh Bapa karena dosa seluruh umat manusia yang harus ditanggung-Nya.
Matius 27:46,
“Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Dalam penderitaan yang sehebat itu, ternyata Yesus justru melepaskan perkataan pengampunan dan perkataan kasih kepada orang-orang yang melakukan penyesahan yang hebat atas diri-Nya. Hal inilah yang menjadikan salah satu penjahat tersebut yakin bahwa Yesus disalib bukan karena perbuatan-Nya.
Lukas 23:41,
“Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."
Kemudian keluarlah ucapan pengakuan dan pertobatannya.
Keteladanan agung dari Tuhan Yesus mengajarkan bahwa pengampunan menghasilkan pertobatan yang membawa kepada keselamatan. Kuasa pengampunan ini pun akan terjadi ketika orang yang percaya kepada-Nya melakukan hal yang sama seperti yang Yesus lakukan yaitu ketika mengampuni orang lain yang bersalah.
Matius 6:14,
“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.”
Pengampunan yang kita berikan kepada orang lain akan menghasilkan pengampunan bagi diri kita sendiri bahkan bagi orang lain yang mengalami pengampunan itu baik langsung maupun tidak langsung. Pengampunan menghasilkan keselamatan, itulah dimensi baru mengenai pengampunan.
Pengampunan itu tidak mudah, tetapi tidak mustahil
Mengampuni memang bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Manusia lebih mudah untuk membalas dan melampiaskan dendamnya daripada mengampuni. Itulah sebabnya, untuk bisa mengampuni, kita harus terlebih dahulu menerima pengampunan dan kasih Kristus yang mengandung kuasa untuk mengubah hati dan pikiran kita.
Mengampuni memang bukan syarat keselamatan, tetapi harus disadari bahwa mengampuni adalah bukti bahwa kita sudah menerima keselamatan dan sudah mengalami kelahiran baru.
2 Korintus 5:17 mencatat,
“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Orang yang sudah ada di dalam Kristus adalah orang yang sudah mengalami pembaharuan melalui kasih dan kuasa-Nya. Artinya, sekalipun sulit, orang yang sudah ada dalam Kristus sudah mengalami perubahan dari manusia lama yang selalu ingin membalaskan dendamnya; menjadi manusia baru yang memiliki kuasa dalam hal melepaskan pengampunan.
Bahkan 1 Yohanes 3:14 berkata,
“Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut.”
Ayat ini mengajarkan; tanda bahwa kita sudah pindah dari dalam maut ke dalam ‘hidup’ adalah ketika kita bisa mengasihi orang lain. Keselamatan dalam Kristus pasti membawa perubahan dalam kehidupan seseorang. Kasih dan pengampunan dari Kristus memampukan seseorang untuk mengampuni dan mengasihi orang lain.
Bagaimana bisa mengampuni?
Perlu kita ketahui bahwa pengampunan adalah sebuah keputusan dan bukanlah perasaan. Pengampunan adalah sebuah tindakan yang dimulai dari kehendak dan kemauan yang tidak tergantung dari perasaan. Kehendak dan kemauan yang dihasilkan oleh kuasa Roh Kudus dalam hati seorang percaya yang telah menerima pengampunan dan keselamatan dalam Kristus.
Mentaati Firman Tuhan lahir dari sebuah keputusan untuk mau melakukan kehendak Tuhan, dan tidak bergantung sama sekali dari perasaan. Seharusnya yang terjadi dalam hati seorang percaya adalah perasaan yang mengikuti keputusan; bukan keputusan yang mengikuti perasaan.
Beberapa alasan yang menghambat seseorang untuk bisa mengampuni adalah:
Kesalahannya terlalu besar
Menganggap bahwa luka hati karena perkataan atau tindakan seseorang terlalu besar dan tidak bisa disembuhkan, apalagi dilupakan.
Sebagai orang percaya, kita mengerti bahwa Tuhan Yesus memiliki kuasa yang tidak terbatas. Hal ini berarti, Tuhan Yesus sanggup memulihkan dan menyembuhkan luka hati sedalam apapun. Ketika kita mengatakan bahwa luka yang dialami terlalu dalam berarti kita sedang membatasi kuasa Tuhan.
Ingatlah, pikiran adalah medan peperangan rohani di mana si jahat membangun benteng keragu-raguan akan Firman Tuhan untuk mencegah seseorang mengalami kuasa Tuhan.
Waktu akan menyembuhkan
Menganggap seiring berjalannya waktu maka luka hati akan sembuh dengan sendirinya.
Luka hati harus dibereskan di hadapan Tuhan melalui iman. Luka hati yang dibiarkan akan berkembang dan mengakar menjadi akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan banyak orang. (Ibrani 12:15)
Yang bersalah meminta maaf
Mau mengampuni asalkan yang bersangkutan meminta maaf.
Apa yang terjadi seandainya orang yang bersalah kepada kita tidak mau atau tidak sempat minta maaf? Apakah kita tidak akan melepaskan pengampunan? Akhirnya kita sendiri yang menanggung semua konsekuensinya.
Pengampunan identik dengan toleransi
Menganggap jika diampuni, maka yang bersangkutan akan melakukan perbuatannya lagi.
Sadarilah bahwa seseorang bisa berubah karena kuasa Tuhan. Jangankan untuk mengubah orang lain, kita sering mengalami kesulitan untuk mengubah diri sendiri. Ketika kita melepaskan pengampunan maka pada saat itu kita juga melepaskan kuasa Tuhan yang akan mengubah seseorang.
Menyerahkan kepada Tuhan
Alasan yang dipandang rohani, yaitu menyerahkannya kepada Tuhan.
Kelihatannya seperti rohani, padahal maksudnya adalah ingin melihat pembalasan yang terjadi atas orang yang menyakiti kita.
Amsal 20:22 berkata,
“Janganlah engkau berkata: "Aku akan membalas kejahatan," nantikanlah TUHAN, Ia akan menyelamatkan engkau.”
Alasan ini hanyalah untuk memuaskan dendam, bukan alasan rohani yang berkenan di hadapan Tuhan.
Jika kita mau mengampuni maka hal itu adalah sebuah keputusan untuk taat kepada Firman Tuhan dan menjadikan hati dan pikiran kita benar di hadapan Tuhan. Pengampunan membuat orang percaya mengalami kebebasan dan kemerdekaan dari beban dan ikatan dendam; dan akan mendatangkan perasaan damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus yang melimpah dalam hati.
Tuhan Yesus mengajar bahwa orang percaya adalah seumpama orang yang sudah dibebaskan dari hutang sepuluh ribu talenta dan diminta mengampuni saudaranya yang berhutang seratus dinar.
Sebagai perbandingan,
Orang percaya sebenarnya sudah mengalami penebusan dan kebebasan dari dosa-dosanya yang sangat besar terhadap Tuhan, lalu diminta mengampuni kesalahan kecil sesamanya.
Di sini kita menemukan alasan untuk mengampuni, yaitu karena kita sendiri sudah menerima pengampunan yang jauh lebih besar atas dosa-dosa kita. Itu sebabnya kita harus mengampuni tanpa batas dan tanpa syarat.
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. (Matius 18:21-22) Amin. (BM)
“Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN.”
(Mazmur 118:17)
Nama saya Fandy. Saya mau menyaksikan perbuatan besar Tuhan atas hidup saya ketika pada bulan Maret 2020 saya dinyatakan positif COVID-19.
Tanggal 12 Maret 2020 saya merasakan seperti masuk angin, tidak enak badan, sedikit demam, namun pada saat itu saya berpikir kalau ini hal biasa. Setelah beberapa hari minum...
“Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN.”
(Mazmur 118:17)
Nama saya Fandy. Saya mau menyaksikan perbuatan besar Tuhan atas hidup saya ketika pada bulan Maret 2020 saya dinyatakan positif COVID-19.
Tanggal 12 Maret 2020 saya merasakan seperti masuk angin, tidak enak badan, sedikit demam, namun pada saat itu saya berpikir kalau ini hal biasa. Setelah beberapa hari minum obat saya merasa lebih baik, tetapi demam yang saya alami itu naik turun. Akhirnya pada tanggal 12 Maret 2020 saya pergi ke dokter. Saat itu saya langsung ke IGD untuk melakukan cek darah, dan hasilnya semua baik. Jadi saya diberi obat dan diijinkan pulang. Tetapi karena tidak sembuh–sembuh dan terus menerus mengalami demam yang cukup tinggi sampai tidak bisa makan, akhirnya tanggal 20 Maret 2020 saya kembali lagi ke Rumah Sakit. Karena saya tidak bisa makan, akhirnya saya dirawat inap.
Ketika proses pemeriksaan dilakukan lebih lanjut, dokter menemukan ada flek di paru-paru saya sehingga mereka mengirim sampel dari hasil pemeriksaan paru-paru saya ke Rumah Sakit rujukan COVID-19 di kota Bandung. Di pagi hari tanggal 21 Maret 2020 saya dinyatakan kemungkinan terkena COVID-19, jadi status saya masih PDP (pasien dalam pengawasan).
Sejak pagi itu saya tidak bisa dikunjungi dan harus diisolasi. Kemudian pada hari sabtu malam memasuki hari minggu subuh saya dijemput oleh 3 petugas rumah sakit yang berpakaian APD ke Rumah Sakit rujukan COVID-19 di kota Bandung yaitu RS. Hasan Sadikin, karena memang Rumah Sakit lain belum siap untuk menerima pasien COVID-19. Jujur secara manusia saya sedikit merasakan takut melihat saya dijemput oleh orang-orang yang berpakaian APD seperti itu dan dimasukkan ke dalam ambulans.
Pihak rumah sakit memberikan instruksi untuk harus kembali melakukan tes lebih lanjut sebagai pasien yang sedang dalam pengawasan COVID-19. Tes yang dilakukan adalah tes Swab. Saat itu saya berharap dan berdoa agar tes Swab saya itu hasilnya negatif. Saat itu saya sangat percaya sekali bahwa hasilnya nanti adalah negatif. Di Rumah Sakit itu saya seruangan dengan beberapa rekan-rekan pelayanan yang juga suspect COVID-19 atau dalam pengawasan di mana mereka juga menunggu hasil dari tes Swab. Dua hari berikutnya hasil tes Swabnya keluar dan salah satu rekan diijinkan pulang. Jujur saat itu saya secara mental saya merasa sedikit lemah. Sewaktu saya menanyakan hasil tes Swab saya, ternyata belum keluar. Jadi saat itu saya masih berharap agar hasil tes Swabnya negatif dan saya pun bisa pulang. Keesokan siang harinya tanggal 24 Maret 2020, dokter datang dan tiba-tiba saya berserta seluruh barang-barang juga dipindahkan. Saat itu juga saya dinyatakan positif COVID-19.
Secara manusia saya merasa sangat tidak berdaya dan takut sekali, karena waktu itu beberapa pemimpin gereja dan hamba Tuhan dipanggil Tuhan. Hal itu membuat saya ketakutan dan apalagi setelah dokter berkata bahwa penyakit ini tidak ada obatnya, jadi saya harus meningkatkan imunitas tubuh agar saya bisa melawan penyakit COVID-19 ini.
Waktu itu saya benar-benar bingung dan lemah sekali karena sekali lagi. Jujur secara manusia saya merasa kuatir dan juga merasa panik dimana mungkin sebentar lagi giliran saya menjadi korban dari COVID-19. Karena di ruang isolasi saya melihat beberapa rekan juga mengalami sesak napas dan sampai akhirnya ada beberapa juga yang dipanggil Tuhan waktu itu. Jadi secara manusia saya takut dan saya merasa bahwa sepertinya saya juga akan mengalami hal yang sama dengan rekan-rekan saya itu.
Hari demi hari berlalu, kondisi saya semakin turun, demam saya semakin meningkat kurang lebih 39-40 derajat bahkan sampai menggigil dan juga oksigen dalam darah saya menurun sehingga saya harus dibantu dengan oksigen. Puji Tuhan saya tidak terus masuk dalam masa kritis. Selama beberapa hari itu saya tidak bisa tidur, tetapi disuatu pagi seorang hamba Tuhan memberikan saya sebuah ayat, yakni Mazmur 118:17 yang berkata:
“Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN.”
Ayat itu seakan menjadi suara Tuhan kepada saya dan menjadi rhema bagi saya. Akhirnya saya deklarasikan bahwa saya tidak akan mati, saya akan hidup dan saya akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan. Jadi setiap hari saya deklarasikan ayat tersebut , saya deklarasikan Mazmur 91, saya juga deklarasikan ayat yang lain seperti Mazmur 121 di mana Tuhanlah pertolonganku, Tuhanlah yang menjaga keluar dan masukku. Jadi sepanjang hari-hari itu saya berusaha untuk mendorong diri saya agar terus percaya kepada Tuhan.
Memang hal ini adalah sesuatu yang tidak mudah karena benar-benar tidak ada harapan yang lain selain Tuhan, karena saat itu secara medis, tidak ada obatnya untuk penyakit COVID-19 ini. Manusia pun tidak ada yang bisa membantu. Jadi saat itu benar-benar saya merasa bahwa Tuhan ijinkan saya dipojokkan dan saya hanya bisa melihat Tuhan sebagai satu-satunya sumber pertolongan.
Satu minggu kemudian saya melakukan tes Swab untuk kedua kalinya. Jujur saya berkata bahwa tes ini hasilnya pasti akan negatif, saya sembuh, saya sembuh. Tetapi ternyata hasil dari tes tersebut masih positif. Saya bertanya kepada Tuhan kenapa begini, kenapa begitu? Tetapi saya terus mendorong diri saya untuk terus percaya kepada Tuhan. Saya berkata kepada diri saya sendiri bahwa saya harus berjuang dan saya harus menang, karena kalau Tuhan sudah berjanji saya hidup, saya pasti hidup dan saya tidak boleh kalah. Jadi saya terus mencoba memaksakan diri saya. Kondisi fisik saya lemah sekali. Jalan ke kamar kecil pun kadang-kadang sangat sulit, tetapi waktu itu saya bersikeras untuk harus jalan pagi dan saya harus membereskan tempat tidur saya setiap hari. Jadi saya ingin menunjukkan bahwa saya harus berjuang untuk menyatakan kepada diri saya sendiri bahwa saya harus hidup. Mungkin dari antara banyaknya pasien COVID-19 yang berada di rumah sakit, saya salah satu pasien yang hampir setiap hari harus jalan baik di dalam ruangan atau waktu saya berada di ruangan yang lebih besar saya tetap usahakan untuk berolahraga.
Saya ingin menunjukkan dan mendorong diri saya untuk percaya bahwa janji Tuhan kepada saya pasti digenapi. Di samping itu saya belajar bahwa hati yang gembira adalah obat. Saya mulai untuk tidak menjadi kuatir, saya juga tidak mengijinkan pikiran yang negatif menguasai saya. Sangat tidak mudah berada dalam situasi seperti itu. Setiap kali perawat atau dokter datang ke ruang tempat saya dirawat memakai pakaian APD, itu menjadi trauma bagi saya. Saya suka berdebar-debar dan jantung saya berdetak dengan sangat cepat. Setiap kali diperiksa hasilnya menunjukkan hasil yang semakin baik namun detak jantung atau denyut nadi terkadang tidak normal. Kadang bisa berdetak 140-150 per menit sampai dokter menyangka saya mungkin memiliki penyakit jantung, tetapi saya berkata kepada dokter bahwa saya begini kalau ada dokter atau perawat datang karena mungkin trauma. Tetapi saya harus berjuang dalam hal ini. Setiap hari saya terus katakan bahwa hati yang gembira adalah obat dan saya juga nyanyikan pujian mengenai ‘hati yang gembira adalah obat’.
Hari demi hari perlahan-lahan Tuhan terus pulihkan tubuh saya dan pada tes Swab yang ketiga tanggal 7 April 2020 akhirnya saya dinyatakan negatif dan tes Swab yang keempat pun saya dinyatakan negatif, sehingga tanggal 18 April 2020 saya diperbolehkan pulang kerumah dengan hasil 2 kali negatif.
Masa-masa itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilalui, tetapi saya bersyukur karena saya tidak sampai harus menggunakan ventilator, atau mengalami kondisi koma. Bagi saya; satu bulan di Rumah Sakit adalah perjuangan untuk terus percaya kepada Tuhan, perjuangan untuk hanya berharap kepada Tuhan.
Satu hal yang tidak mudah bagi saya karena harus terpisah dengan keluarga dan kadang-kadang saya pun tidak berani melakukan video call dengan anak-anak karena setiap kali video call di pikiran saya lalu bertanya-tanya; apakah saya masih bisa bertemu dengan mereka? Itu yang membuat saya sedih dan kesedihan itu membuat saya lemah kembali.
Setelah di rumah pun meski pun sudah 3 bulan berlalu sejak kesembuhan saya, terkadang trauma itu masih ada, tetapi saya terus minta kepada Tuhan agar saya menang terhadap trauma tentang hal-hal yang pernah terjadi di masa-masa saya diisolasi di Rumah Sakit karena COVID-19 ini.
Satu hal yang saya dapat saksikan adalah bahwa di masa-masa ini Tuhan ijinkan segala sesuatu terjadi agar kita terus bergantung sepenuhnya kepada Tuhan karena tidak ada yang lain yang bisa menolong kita kecuali Tuhan Yesus. Saya berharap bahwa ini dapat menjadi suatu proses bagi kita semua untuk mempercayai Tuhan lebih lagi Amin.
"PROPHETIC PREACHING"
Simak materi tersebut selengkapnya pada link berikut ini:
https://hmministry.id/userfiles/osp/PROPHETIC-PREACHING.pdf
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Fax. 021 - 2868 9888
Fax. 021 - 2868 9868
(Khusus Publikasi)
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala