Renungan Khusus
“…Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya,
jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan?
Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu,
apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik
kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Matius 7:9-11
Dalam bagian ayat ini, Tuhan Yesus sedang berbicara mengenai hal pengabulan doa. Pengabulan doa selalu diawali dengan sat......
“…Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya,
jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan?
Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu,
apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik
kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Matius 7:9-11
Dalam bagian ayat ini, Tuhan Yesus sedang berbicara mengenai hal pengabulan doa. Pengabulan doa selalu diawali dengan satu hal kunci, yakni 'meminta'. Dalam konteks ini Tuhan Yesus membuat sebuah komparasi antara pendengar pada waktu itu yang disebut dengan istilah “kamu yang jahat" dengan 'Bapamu yang di Sorga'. Apa yang sedang Tuhan Yesus komparasikan terkait dengan pemberian? Jika manusia yang jahat saja tahu memberi yang terbaik bagi anak-anaknya, apalagi Bapa di Sorga.
Dari perkataan Tuhan Yesus ini, jika kita kesampingkan konteks meminta dan pengabulan doa, tanpa mengurangi makna dan nilai kebenaran dari ayat-ayat ini, kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Dalam memberi, Bapa Sorgawi memiliki sebuah standar, yaitu YANG TERBAIK.
Tentu hal ini tidak dapat kita pungkiri, sebab Bapa telah membuktikannya dengan puncaknya adalah memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa manusia sebagaimana dicatat dalam Yohanes 3:16.
Kesimpulan lainnya yang dapat kita ambil adalah, manusia yang jahat (poneros), berdosa juga ternyata memiliki standar yang sama dalam memberi yaitu YANG TERBAIK kepada anak-anaknya.
Betapa dahsyatnya apa yang sedang Tuhan Yesus sampaikan kepada kita mengenai pengajaran ini. Membandingkan dua kutub yang sangat jauh berbeda, Allah Bapa dan manusia berdosa yang memiliki sebuah kesamaan, yakni standar 'memberi yang terbaik', sekalipun tentu secara kualitas tidak dapat disamakan. Tuhan Yesus berkata:
“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, APALAGI Bapamu yang di Sorga.”
Jika kita coba telaah lebih jauh, maksudnya dengan kesamaan di sini adalah ketika pemberian itu terkait dengan hubungan (relationship), "...memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu", maka ukuran yang digunakan dalam memberi bukanlah ukuran yang biasa, melainkan yang terbaik.
Lima belas tahun yang lalu, kami mempersiapkan kelahiran anak yang dinantikan. Kami persiapkan semua yang terbaik. Ranjang bayi dengan kasur yang terbaik, pakaian-pakaian yang terbaik, boneka, mainan dan lain-lain; bahkan sebelum anak kami bisa menyatakan secara pribadi apa yang diinginkan, serta apa yang menjadi kesenangannya. Berapa banyak ayah dan ibu yang rela berkorban hanya agar dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Ternyata memberi yang terbaik berdasarkan hubungan bukan hanya terjadi antara orangtua terhadap anaknya saja, melainkan juga diantara pasangan kekasih. Mereka berupaya tampil yang terbaik di depan pasangan, serta selalu mengupayakan yang terbaik untuk kebahagiaan pasangannya. Hubungan yang kita miliki berpengaruh terhadap standar kita dalam memberi.
Semakin berkualitas sebuah hubungan, semakin tinggi standar memberi yang ada dalam hubungan tersebut.
Bertolak dari pemahaman ini, standar kita dalam memberi bagi pekerjaan Tuhan melalui Gereja salah satunya juga ditentukan oleh kualitas hubungan kita dengan TUHAN. Kita bisa melihat hal ini dari catatan Alkitab. Di Perjanjian Lama kita akan jumpai hal itu dalam kisah hidup para patriakh, yakni era sebelum adanya hukum Taurat. Di situ kita akan menjumpai bahwa hanya mereka yang memiliki hubungan yang dekat, kualitas hubungan yang sangat intim dengan TUHAN; yang tahu bagaimana memberi yang terbaik dengan inisiatif yang berasal dari dalam dirinya. Nuh, Abraham, Ayub, menjadi salah satu contoh teladan bahwa memberi bukan karena ada hukum yang mencatat atau mengatur tentang hal itu, tetapi memberi karena mereka memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
Mereka yang memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN umumnya memiliki standar yang tinggi dalam memberi, yakni senantiasa berupaya memberi yang terbaik.
Dalam Perjanjian Baru kita bisa meneladani apa yang Maria lakukan. (Yohanes 12:1-8)
Maria mempersembahkan minyak narwastu murni yang harganya diperkirakan hampir setara dengan upah buruh selama setahun. Bukan hanya soal harga minyaknya yang menjadikan persembahan Maria berkualitas, tapi juga apa yang ia lakukan selanjutnya, menyeka kaki Yesus dengan rambutnya.
Bagi seorang perempuan rambut adalah mahkotanya yang berharga. Semua yang Maria lakukan adalah contoh standar yang tinggi dalam memberi, yang dilakukan karena memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN.
Ketika Maria melakukan hal tersebut, tidak semua orang mendukung apa yang dilakukannya. Kritik datang dari seorang yang cinta uang dan suka mencuri uang kas yang biasa disimpan dan digunakan untuk mendukung pelayanan dan perjalanan Tuhan Yesus beserta dengan murid-murid yang lain.
Dengan sangat politisnya, si pencuri uang kas membandingkan antara mempersembahkan sesuatu yang berharga kepada Yesus dengan pelayanan kepada orang-orang miskin. Sebuah alasan yang jika dipandang dari sudut pandang humanisme dan sosial sebagai argumen yang kelihatannya benar, lebih bermakna dan lebih berdampak, namun Tuhan Yesus melihat jauh sampai kedalaman hati seseorang.
Mereka yang tidak memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN hanya dapat memahami pemberian sebagai sebuah hukum yang tertulis.
Sehingga ukuran dan keputusan dalam memberi senantiasa ditimbang berdasarkan hukum yang tertulis semata, sambil meninjau konteks, konteks dan konteksnya. Ketika yang lainnya sudah dengan tekun dan setia mengembalikan persepuluhan, dirinya masih sibuk menggali:
Dan masih banyak lagi pembahasan-pembahasan yang demikian. Sebenarnya ujung pangkal dari semuanya itu adalah mencari sebuah pijakan untuk menguatkan agar tidak mengembalikan persepuluhan.
Betapa indah dan luar biasanya jemaat yang mengembalikan persepuluhan atau memberi dengan standar yang terbaik karena dorongan kasih kepada TUHAN, karena memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN dan bukan sekedar dorongan dari hukum yang tertulis.
Kaum "cinta akan uang" dan "pencuri kas" milik TUHAN dengan alasan-alasan yang penuh dengan retorika akan selalu mengkritik mereka yang memberi dengan standar yang tinggi bagi pekerjaan TUHAN melalui Gereja.
Tidak jarang dengan piciknya mereka menyamaratakan semua pendeta/hamba Tuhan yang mengajarkan tentang memberi persembahan sebagai golongan pendeta yang mencari keuntungan pribadi dari jemaat. Sekedar memandang apa yang kasat mata tanpa berupaya membuka komunikasi dan mencari tahu berdasarkan fakta, mereka ‘membabi buta’ menghina, mencerca dengan motif seakan membela warga Gereja, namun yang sebenarnya hanyalah mencari muka (popularitas).
Kekristenan adalah hubungan. Hubungan kita dengan Kristus dan hubungan kita dengan sesama. Itulah yang digambarkan dengan hukum yang pertama dan terutama:
Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Matius 22:37-40
Tuhan Yesus mengatakan bahwa dalam hukum kasih inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Hukum kasih haruslah menjiwai, mewarnai semua hukum yang tertulis. Kasih kepada TUHAN dan kasih kepada sesama melampaui konteks, konteks dan konteks. Ketika kasih kepada TUHAN dan kasih kepada sesama memenuhi hidup kita karena Kasih Yesus yang terlebih dahulu telah menjamah kita, maka kita hanya akan memiliki satu standar dalam memberi, YANG TERBAIK! Maranatha. (DL)
"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."
Mazmur 23:4
Memasuki awal Maret 2020 penyebaran virus corona di Indonesia mulai dirasakan dalam berbagai aspek ekonomi yang ada. Penyebaran virus ini membawa dampak besar dalam setiap segi usaha terlebih dalam bidang kuliner atau rumah makan. Hal ini dirasakan juga oleh Ibu Fenancya, seorang anak...
"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."
Mazmur 23:4
Memasuki awal Maret 2020 penyebaran virus corona di Indonesia mulai dirasakan dalam berbagai aspek ekonomi yang ada. Penyebaran virus ini membawa dampak besar dalam setiap segi usaha terlebih dalam bidang kuliner atau rumah makan. Hal ini dirasakan juga oleh Ibu Fenancya, seorang anak Tuhan yang mempunyai usaha rumah makan. Simaklah kesaksiannya.
Berawal dari 2 tahun yang lalu tepatnya tahun 2018 saya mulai membuka usaha dalam bidang kuliner yaitu nasi telor, dengan nama Nasi Telor Sentosa. Menu utamanya adalah nasi dengan telur dadar yang dimasak dengan cara yang berbeda yaitu dengan bumbu yang diracik khusus.
Awalnya saya ingin membuka usaha warteg modern, namun saya terbentur dengan modal yang besar dan saya tidak mau terlibat dengan pinjaman Bank. Maka saya membuka kuliner nasi telor, karena pada dasarnya semua orang suka telur dan telur ini mudah diperoleh dimana-mana, dapat disimpan dan tidak cepat rusak.
Semula sebelum masa pandemi saya mempunyai 110 cabang. Kami menjual dengan harga terjangkau yaitu 6-20 ribu rupiah saja perporsi. Puji Tuhan, usaha ini terus berjalan sehingga kami mempunyai banyak cabang di berbagai tempat di Jakarta, juga di luar kota. Selain nasi telur ini saya juga mempunyai 7 brand lagi, setiap kali memulai usaha, kami selalu menyertakan Tuhan di dalam setiap langkah yang akan kami buat.
Namun memasuki masa pandemi, di mana pemerintah mulai menetapkan dan memberlakukan PSBB, yaitu untuk rumah makan diberlakukan aturan tidak boleh makan di tempat. Berlakunya aturan tersebut jelas sangat berdampak kepada usaha kami. Meskipun sistem yang kami jalani adalah franchise atau kemitraan, namun bumbu racikan dapat dibeli dari kami, tetapi jika tidak sanggup dapat kami bantu berikan. Karena yang namanya cabang tidak semua berada di atas angin.
Masa pandemi ini benar-benar membuat usaha ini bergejolak, kami memikirkan bagaimana caranya supaya usaha ini tetap berjalan. Selama ini kami memang banyak dibantu dengan promosi, jadi selama masa pandemi penjualan hanya melalui online atau delivery.
Tetapi restoran nasi telor yang di pusat, yang kami kelola sendiri, harus tutup total karena masuk zona merah, sebab letak restoran tidak jauh dengan RS COVID-19 di daerah BSD Serpong. Selain itu ada juga rumah singgah, rumah isolasi, sehingga membuat kami harus menutup tempat tersebut.
Memasuki masa pandemi timbul rasa takut yang saya rasakan, dalam arti saya sedang dalam masa pengembangan usaha/brand dan banyak rencana yang sudah dibuat. Seperti barbeque namun bentuknya all u can eat dengan harga terjangkau, murah namun bukan murahan.
Saya sempat ketakutan melihat situasi yang ada, karena saya sudah keburu investasi di daerah Kelapa Gading, sudah menyewa pelataran dan membeli segala peralatan. Selain itu saya juga ada usaha catering yang awalnya hanya khusus untuk orang-orang gereja saja, tetapi di sini saya ingin memperbesar kapasitas dengan membuka dine in ala resto, tetapi yang versi murahnya dan itu tutup juga.
Karena tekanan, rasa takut dan kuatir melihat keadaan yang ada saya sempat jatuh sakit. Namun perlahan saya mulai bangkit, selama ini saya hanya mencari jalan keluar dengan otak saya, padahal selama ini saya selalu melibatkan Tuhan dalam segala hal dan saya ada di dalam kendali-Nya. Seharusnya saya berpikir dengan cara Tuhan. Usaha ini boleh ada itu pun Tuhan yang memulai bersama dengan saya, namun di tengah pandemi ini saya berpikir dengan otak saya sendiri.
Saya diingatkan dengan Firman Tuhan yang mengatakan dengan tinggal tenang kita akan mendapat pertolongan dari Tuhan. Dari situlah saya mulai dikuatkan dan merubah pola pikir, saya berdoa minta tuntunan Tuhan bagaimana supaya usaha ini tetap berjalan.
Beberapa mitra ada yang pending atau cancel dengan jumlah nominal yang tidak sedikit, padahal dana yang ada sudah dikelola dan mereka minta ditarik kembali, karena rukonya semua habis terjual dan dia tidak jadi menjalin kerjasama. Jumlah dananya ada yang sampai ratusan juta.
Di sinilah saya belajar berdoa, saya doakan orang itu, saya sebut namanya, kotanya. Setiap hari saya doakan dan minta tuntunan Tuhan. Di tengah jalan Tuhan bukakan lagi ada yang mengajak saya join produk minuman dan brandnya cukup besar untuk Indonesia. Dalam masa pandemi seperti ini ada yang masih mau mengajak kerja sama, kalau bukan karena Tuhan yang membuka jalan, mustahil. Malah menawarkan dan menjelaskan bahwa saya tidak perlu investasi apa-apa, saya bisa taruh di setiap tempat mitra saya. Setelah saya pelajari perjanjiannya, tawaran kerjasama itu memang menguntungkan.
Sebelum masa pandemi kami sudah membuka usaha catering Dapur Sentosa, Tuhan kasih ide antar makanan ke rumah dengan harga murah. 250 ribu sudah 2 kali makan, buah potong plus madu dan minuman vitamin C untuk imunitas. Menu di dalamnya saya tambahkan telur sentosa. Omsetnya tiap bulan bisa puluhan juta.
Menjelang satu minggu PSBB kami cukup panik. Saya katakan bukan keadaan yang menekan saya, tetapi saya yang harus bisa mengatur keadaan dengan kuat kuasa Firman Tuhan.
Saya belajar tentang kisah janda Sarfat, saya belajar bagaimana Yusuf bisa hidup dengan situasi seperti itu, dia tetap ada dalam masalah tetapi dia menang. Bukan kita lari dari masalah, tetapi justru kita harus menang atas masalah. Sebelumnya saya sudah mem-PHK 20 orang karyawan karena saya ketakutan.
Waktu masuk dalam masa bulan puasa, saya ubah catering saya. Kami tetap melayani orang-orang yang sahur jam 3 pagi, makanan kami antar, karena warteg semuanya tutup dan makan siang kami anter ke rumahnya karena semua WFH. Sehingga bisnis dapat berjalan seperti waktu normal, hanya saja proses produksinya benar-benar higienis.
Saat itu di Surabaya ada 18 outlet kami yang tutup karena zona merah. Saya hanya taat, nurut sama Tuhan meskipun saya tidak memahaminya. Cuma di sini saya benar-benar belajar banyak dari yang namanya 'menenangkan badai'. Walaupun tidak semudah yang lidah ucapkan, tetapi kita mengalaminya dan harus menjalani. Di sinilah baru kita sadar yang namanya 'menenangkan badai' yaitu tenang saja, ada Tuhan Yesus. Dia Tuhan yang tidak pernah terlelap. Saya aminkan Mazmur 91, saya selalu ucapkan setiap ayat yang ada. Ada kekuatan yang orang lain tidak miliki dan mujizat Tuhan masih ada.
Pada masa pandemi bulan ketiga, tiba-tiba mitra yang membatalkan kontrak menghubungi saya: "Ibu saya sudah siap berjualan nasi telur". Dikatakan bahwa rukonya tidak jadi dijual. Malahan dia akan membeli lagi satu brand dari saya. Walaupun sedang masa pandemi, namun orang ini standby, menantikan saatnya boleh berjualan kembali. Di sini saya melihat cara Tuhan yang luar biasa, Tuhan dahsyat. Di manapun Tuhan tempatkan, kita mau jadi apa, kita harus berdampak di mana kita ada. Karena Tuhan yang sudah menolong saya melewati hari-hari di masa pandemi ini. Saya heran melihat omzet yang tidak masuk akal, secara kasat mata kalau dilihat restoran itu kadang ramai, kadang sepi. Namun waktu mem-print buku tabungan, saya heran melihat omzet ternyata mencapai ratusan juta rupiah, bahkan akhirnya ada mitra yang mau buka cabang di Singapura dan Filipina,
Saya hanya bisa bersyukur, Tuhan Yesus baik. Dalam lembah kelam Tuhan selalu menyertai dan tidak sekali pun meninggalkan saya, itu semua karena Tuhan Yesus.
"PROPHETIC PREACHING"
Simak materi tersebut selengkapnya pada link berikut ini:
https://hmministry.id/userfiles/osp/PROPHETIC-PREACHING.pdf
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Fax. 021 - 2868 9888
Fax. 021 - 2868 9868
(Khusus Publikasi)
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala