Kesaksian
"Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia. "
(Mazmur 31:6)
Memasuki bulan Maret 2020 penyebaran COVID-19 mulai terjadi di Indonesia. Banyak orang yang belum memahami tentang virus ini, penyebarannya pun sangat cepat. Banyak orang yang tidak menduga akan terpapar, termasuk Pak Nandang, seorang pelayan Tuhan yang membagikan kisahnya; bagaimana ia berjuang untuk sembuh dan Tuhan meluputkannya serta...
"Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia. "
(Mazmur 31:6)
Memasuki bulan Maret 2020 penyebaran COVID-19 mulai terjadi di Indonesia. Banyak orang yang belum memahami tentang virus ini, penyebarannya pun sangat cepat. Banyak orang yang tidak menduga akan terpapar, termasuk Pak Nandang, seorang pelayan Tuhan yang membagikan kisahnya; bagaimana ia berjuang untuk sembuh dan Tuhan meluputkannya serta memberikan kesembuhan.
Pada pertengahan bulan Maret 2020 saya merasakan badan saya lemas, meriang, demam, yang disertai dengan batuk. Selain itu saya juga merasakan sesak napas dan tidak bisa merasakan apa yang dimakan. Awalnya saya hanya berpikir: "Oh, mungkin dampak dari sakit bawaan yang saya derita." Karena memang saya memiliki riwayat sakit diabetes dan darah tinggi. Saya hanya minum obat yang biasa saya konsumsi. Namun keadaan saya tidak semakin membaik, akhirnya saya berobat ke rumah sakit di daerah Sentul. Di sana saya diberi obat untuk menurunkan gula dan darah tinggi.
Setelah beberapa hari keadaan saya tidak lebih membaik, tenggorokan saya terasa panas, nafsu makan saya hilang, tidak bisa makan sekitar 5 hari yang mengakibatkan badan saya menjadi semakin lemas. Saat itu berita tentang penyebaran virus COVID-19 semakin banyak terdengar; di televisi dan medsos. Setiap orang mulai timbul rasa kuatir juga takut terpapar.
Karena kondisi saya yang semakin memburuk dan melihat situasi perkembangan virus COVID-19, maka saya pun kembali ke rumah sakit. Sewaktu diperiksa, ternyata gula saya cukup tinggi, sehingga saya direkomendasikan untuk dirawat ke rumah sakit yang khusus menanggani pasien COVID-19 di Jakarta.
Setelah menunggu sampai kadar gula saya normal, akhirnya dengan menggunakan mobil ambulans pukul 20.15 saya diantar ke rumah sakit di Jakarta, tetapi beberapa rumah sakit menolak karena tidak ada ruang untuk isolasi pasien COVID-19.
Sepanjang malam saya keliling dengan ambulans mencari rumah sakit yang memiliki ruang isolasi, namun semuanya sudah terisi penuh. Akhirnya pukul 04.15 pagi dini hari saya masuk ke IGD sebuah rumah sakit di Kemayoran. Keadaan saya sudah lelah, lemas sekali dan saya menunggu cukup lama di sana sebelum ditangani.
Akhirnya Puji Tuhan pada sore harinya saya baru bisa dipasangkan alat bantu oksigen. Karena kamar di rumah sakit tersebut penuh, akhirnya pukul 22.00 saya dirujuk ke sebuah rumah sakit di daerah Jakarta Barat, dan Puji Tuhan saya mendapatkan kamar isolasi di sana. Benar-benar perjuangan yang berat untuk mendapatkan kamar isolasi. Dari hasil pemeriksaan Swab pertama saya negatif, namun dari hasil CT-scan, paru-paru saya ada fleknya. Saya berdoa: "Tuhan Yesus tolong saya."
Setelah 1 minggu menjalani isolasi, mulai ada terlihat perkembangan yang baik. Sesak napas mulai berkurang saya mulai bisa bernapas meskipun dibantu dengan alat bantu, tenggorokan atau leher saya sudah berkurang panasnya dan yang penting saya sudah bisa makan. Namun tidak beberapa lama, saya sudah diizinkan untuk pulang, dengan kata lain saya dikeluarkan dari rumah sakit, karena kamar tersebut akan digunakan oleh pasien lain yang lebih membutuhkan perawatan di rumah sakit tersebut. Memang rata-rata pasien yang dirawat di sana kondisinya sudah parah, dan beberapa pasien yang di samping kamar saya sudah meninggal dunia, sedangkan kondisi saya saat itu dianggap sudah bisa menjalani isolasi mandiri. Sesungguhnya keadaan saya masih lemas. masih sesak napas, namun sudah lumayan bisa jalan sendiri, walau pun belum bisa jalan cukup jauh. Berbeda jauh dengan kondisi pada saat saya masuk RS, jalan saja saya tidak kuat sampai harus merangkak.
Dalam keadaan yang lemas, dengan terpaksa harus keluar dari rumah sakit. Bingung memikirkan di mana saya harus isolasi karena tidak memungkinkan saya isolasi di rumah. Akhirnya atas referensi dari kantor saya diperbolehkan untuk isolasi di sebuah tempat di Mega Mendung. Selama hampir 7 bulan lamanya saya isolasi seorang diri di sana meskipun masih sesak nafas. Memulihkan diri, berjemur dan mengkonsumsi obat dari dokter. Perasaan takut, kuatir, cemas campur menjadi satu. Apalagi mendengar salah seorang rekan meninggal karena virus ini dan banyak hamba-hamba Tuhan yang saya kenal meninggal dunia juga karena terpapar virus COVID-19. Perasaan sedih, takut kembali menghantui saya.
Saya hanya bisa berdoa dan berserah kepada Tuhan, apalagi saya memiliki riwayat penyakit bawaan. Saya takut, karena saya mendengar bahwa yang terpapar virus ini jika mempunyai riwayat sakit; lebih rentan dan banyak yang tidak tertolong. Ada banyak orang-orang yang mendoakan saya, karena saya memang membutuhkan doa. Tidak ada yang dapat membuat perubahan dengan kondisi yang saya hadapi, selain doa. Dukungan doa mengalir buat saya, baik itu dari COOL, kantor, menara doa dan gereja.
Semuanya ini memberikan saya kekuatan untuk dapat pulih. Dalam kesendirian saya diisolasi saya banyak berdoa, memuji dan menyembah Tuhan, karena hanya itu yang bisa saya lakukan. Tidak ada yang dapat menyembuhkan saya selain kuasa Tuhan.
Setelah 2 bulan, saya ingin pulang ke rumah namun tidak diizinkan oleh dokter. Saya harus tes Swab terlebih dahulu. Hasil Swab kedua di Puskesmas hasilnya negatif, selang menunggu 20 hari kemudian saya harus Swab yang ke-3, namun hasilnya positif. Secara fisik saya sudah jauh membaik, tetapi saya tidak bisa pulang sebelum hasil tes 2 kali berturut-turut negatif. Saya terus berdoa memohon mujizat, pemulihan, kesembuhan bagi tubuh saya terjadi.
Kesabaran dan ketaatan saya diuji dengan hilangnya sebagian barang-barang yang saya miliki saat saya pergi Swab ke Puskesmas. Ada maling yang mencongkel jendela rumah isolasi, mengambil camera, HP, alat refleksi dan pisau komando yang tersimpan dalam 1 ransel. Di sini saya hanya dapat belajar mengucap syukur dengan apa yang saya alami, saya serahkan semuanya kepada Tuhan. Memang tidak mudah dalam keadaan kondisi saya seperti ini, karena saya memang membutuhkan barang-barang tersebut. Tetapi saya tidak mau mengeluh ataupun marah, hanya belajar bersyukur, hanya itu yang dapat saya lakukan.
Puji Tuhan hasil Swab ke-4 saya hasilnya negatif, begitu pula Swab terakhir yang ke-5 negatif. Tanggal 20 Oktober 2020 saya dinyatakan sembuh dari COVID-19 dan sudah boleh pulang ke rumah. Selama 7 bulan tidak bertemu istri dan anak-anak, saya sudah kangen sekali. Saat saya bertemu mereka pertama kalinya, saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk memeluk istri dan anak-anak saya. Apalagi dengan putri bungsu saya Nayla yang biasanya tidak pernah jauh dengan papanya. Saya selalu berdoa: “Tuhan berikanlah kesempatan agar saya dapat membesarkan dia.”
Haleluya! Terima kasih Tuhan Yesus! Saya bersyukur kepada Tuhan karena masih diberikan kesempatan menjalani hidup ini, saya mau sungguh-sungguh hidup melayani dan menyenangkan hati-Nya. Karena kalau melihat kondisi saya pada saat itu, tidak mungkin saya bisa selamat, jika bukan karena Tuhan. Tuhan Yesus baik dan telah mengalahkan COVID-19. Haleluya!
Yesus Teladan Integritas dalam Perbuatan p>
Simak materi tersebut selengkapnya pada link berikut ini:
https://hmministry.id/userfiles/vopArticle/YesusTeladanIntegritasdalamPerbuatan.pdf
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
Our Media Social :
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala