KADO TERINDAH DI AKHIR TAHUN, MUJIZAT ITU NYATA
“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”
Filipi 4:8
Nama saya Rita. Saya tinggal di Jakarta, dan pada kesempatan ini saya ingin membagikan perjalanan hidup saya di mana Tuhan Yesus sudah menolong dan menyembuhkan saya dari COVID-19.
Pada tanggal 29 Oktober 2020, saya pulang kampung, tepatnya ke Medan, Danau Toba. Saat saya pergi dan pulang memang keadaan di bandara maupun di pesawat cukup padat, dan suasana agak berdesakan saat mengantri bagasi.
Dua hari kemudian saya merasakan badan saya panas, indra penciuman saya hilang dan saya mulai batuk-batuk. Saya segera pergi berobat ke dokter, tetapi saya tidak cek darah karena saya pikir hanya tidak enak badan biasa saja. Setelah 5 hari kemudian saya sudah merasa sehat kembali. Tanggal 8 November 2020, bersama suami dan anak saya pergi beribadah ke gereja.
Pulang dari gereja saya merasa badan saya meriang dan badan panas. Pada sore harinya saya menyampaikan apa yang rasakan kepada suami dan anak. Saya katakan kalau saya mau dirawat di rumah sakit saja, biar bisa istirahat dan diobati di sana kira-kira selama dua hari, karena sebelumnya saya sudah ke dokter namun tidak ada kemajuan. Lalu saya berangkat ke rumah sakit dengan ditemani oleh anak saya Angel.
Sampai di rumah sakit suhu badan 38 derajat Celcius, saya cek darah, rontgen paru. Tetapi hasil rontgen paru-paru saya tidak bagus. Saat itu perasaan saya mulai galau dan takut, kemudian dokter menyarankan untuk CT-scan. Perasaan saya pun bertambah takut dan lemas. Beruntung anak saya selalu menguatkan karena saya sudah mulai stres. Ternyata hasil CT scan saya menunjukkan hasil yang lebih tidak baik lagi, Dokter mengatakan banyak virus di paru saya.
Mendengar penjelasan dokter tersebut air mata saya mengalir, sangat sedih rasanya. Saya bertanya: "Virus apa? Memang saya kena apa? Saya memang sering batuk, tetapi bukan COVID kan?" Pada saat di cek, ternyata kadar oksigen berkurang, lalu saya segera dipasang infus.
Dari jam 15.00-22.00 saya ditemani oleh anak saya di ruang IGD, sambil konsultasi dengan dokter paru dan dokter yang menangangani COVID-19. Akhirnya keputusan dokter saya harus menjalani isolasi, mendengar berita ini rasanya saya ingin berontak, namun tak berdaya. Anak saya selalu menguatkan, agar saya tidak stres, tetapi berdoa.
Setelah itu tidak beberapa lama kemudian saya pun dibawa menggunakan ambulans ke ruang khusus untuk bagian pasien COVID-19 yang letaknya berada di bagian belakang RS. Sedangkan anak saya langsung pulang dengan sedih dan tak berdaya. Sekali lagi ia sempat menguatkan saya dengan mengatakan: "Sudah Ma, nggak apa apa."
Saya dibawa dan menempati kamar isolasi seorang diri. Karena kondisi saya sesak nafas, alat bantu oksigen langsung dipasangkan. Dalam keadaan sesak nafas, batuk, saya harus bisa mengurus diri sendiri tanpa ada yang menemani, kecuali sesekali perawat datang untuk memeriksa. Saat ingin ke kamar mandi pun saya harus buru-buru karena oksigen tidak bisa dilepas terlalu lama.
7 malam di ruang isolasi adalah malam peperangan buat saya. Sepanjang malam saya tidak bisa tidur. Senjata saya adalah berdoa, menyembah memuji Tuhan Setiap hari saya membaca Alkitab sebanyak 5 pasal, walaupun kadang terlewat karena keadaan saya sangat lemah.
Siang, malam saya tidak bisa tidur, terlebih suster memberikan suntikan siang malam. Sepertinya kami tidak boleh lengah, kerena sedang berpacu melawan COVID-19. Imun harus naik, apapun makanan yang ada saya habiskan demi imun. Minum multivitamin, madu, air panas, minyak kayu putih semuanya tidak ada yang terlewatkan.
Malam hari saya tidak pernah bisa tidur. Saya berdoa, menyebutkan semua mujizat yang Tuhan lakukan. Saya tagih janji Tuhan. Mulut ini tidak pernah lelah, tidak pernah berhenti untuk mengucapkan setiap mujizat yang harus saya alami dan bukan hanya menjadi pendengar saja. Saya memuji Tuhan Yesus baik, ribuan kata saya ucapkan bahkan tidak terhitung mengucap syukur atas kebaikan-Nya.
Semakin hari saya mengalami peningkatan yang sangat baik, bahkan suster dan dokter menyampaikan hal ini. Setiap saudara dan teman yang bertanya saat video call, saya katakan saya sudah sembuh dan selalu menunjukkan wajah yang ceria walaupun sebenarnya COVID masih berdiam di dalam tubuh saya. Saya terus memperkatakan kesembuhan, Firman Tuhan. Yang saya ingat adalah Firman Tuhan yang berkata, "Pikirkan hal-hal yang baik, yang mulia yang sedap didengar, bahkan iman adalah perbuatan." Oleh sebab itu saya selalu memperkatakan: "Saya sudah sembuh, sudah pulih", karena iman adalah perbuatan. Selama 22 hari di rumah sakit saya dapat tidur mungkin hanya 10 jam.
Pada hari ke-14, saya mendapat kabar kalau suami saya Manimbul Manalu, anak saya Daud serta Angel Manalu juga dinyatakan positif COVID-19. Saya pun menjerit lagi kepada Tuhan, badan saya lemas, rasanya mau pingsan seperti tubuh tidak ada tulangnya, tensi saya naik. Saya hanya bisa berdoa, belajar mengucap syukur karena saya percaya mujizat pasti terjadi. Saya katakan kepada Tuhan: "Tuhan saya minta kado akhir tahun, yaitu kesembuhan, kesehatan dan saya tahu Tuhan sangat sayang kepada kami."
Puji Tuhan, suami dan anak saya hanya OTG (orang tanpa gejala), jadi mereka hanya perlu isolasi dan setelah 8 hari mereka pulang dari Wisma Atlet. Namun saya masih harus menjalani isolasi di rumah sakit. Sepanjang malam saya tidak bisa tidur. Saya berdoa memohon kepada Tuhan Yesus: "Tuhan, saya sudah 21 hari di sini, anak dan suami saya juga sudah pulang. Besok tepat hari Minggu, saya minta Tuhan ijinkan saya pulang karena saya sudah sehat."
Tuhan menjawab doa saya. Pada minggu sore hari ke-22, tanggal 29 November 2020 saya pulang dijemput oleh suami saya, dan selama di rumah pemulihan semakin cepat terjadi. Tuhan terus berkarya, kami semua sehat karena Tuhan Yesus dahsyat luar biasa.
Selama isolasi berat badan saya turun drastis sampai 10 kg lebih, namun saat pemulihan berat badan saya naik pesat sudah kembali seperti biasa. Itu semua karena Tuhan yang memberikan percepatan memulihkan keadaan saya.
Tanggal 4 Januari 2020 saya sudah kembali mengajar secara online, saya sudah bisa bekerja kembali sebagai guru pada salah satu sekolah di Jakarta. Dua bulan tidak pergi ke gereja dan tanggal 10 Januari 2020 saya kembali beribadah ke gereja, langsung mengikuti perjamuan kudus.
Tuhan Yesus dahsyat. Oleh karena kuasa-Nya dan oleh bilur-bilur-Nya yang telah menebus kami, maka kami boleh mengalami mujizat kesembuhan. Saya mengucap syukur kepada Tuhan.
Selama menjalani isolasi di rumah sakit, saya dikuatkan dari doa-doa yang diberikan dari saudara, teman-teman sepelayanan, terutama bapak gembala kami Pak Isang dan Ibu Yeti yang selalu berdoa dan menanyakan kondisi saya. Dalam kesendirian terpisah dari keluarga, ada doa yang memberikan saya ketenangan dan menjadi penghiburan buat saya. Saya selalu minta kepada siapa saja untuk berdoa selama saya di RS.
Hasil tes Swab terakhir saya negatif, dan semua yang telah saya lewati mengajarkan kepada saya, bahwa jangan pernah berhenti dan berharap kepada Tuhan. Karena Tuhan sanggup mengubah, menyembuhkan apapun keadaan kita, semudah membalikkan telapak tangan. Biarlah kesaksian saya ini boleh menjadi berkat dan kekuatan bagi kita semua. Terpujilah nama Tuhan.