Kesaksian
Sudah setahun lebih berlalu kita berada di era pandemik. Situasi pandemik ini belum surut, malahan lebih menyeramkan, seperti menyebarnya varian B117 dan B.1.167. Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran kita, seperti:
"Mengapa manusia mengalami penderitaan seperti COVID-19?”
"Jika Tuhan baik, mengapa orang-orang Kristen juga harus sakit dan menderita?”
"Mengapa keluarga kita bermasalah?”, dan lain sebagainya.
Ijinkan saya untuk menyaksikan apa yang saya alami...
Sudah setahun lebih berlalu kita berada di era pandemik. Situasi pandemik ini belum surut, malahan lebih menyeramkan, seperti menyebarnya varian B117 dan B.1.167. Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran kita, seperti:
"Mengapa manusia mengalami penderitaan seperti COVID-19?”
"Jika Tuhan baik, mengapa orang-orang Kristen juga harus sakit dan menderita?”
"Mengapa keluarga kita bermasalah?”, dan lain sebagainya.
Ijinkan saya untuk menyaksikan apa yang saya alami bersama Tuhan selama terpapar COVID-19; pengalaman yang banyak mengubah cara berpikir dan iman saya.
Dari awal pandemik, keluarga saya sangat berhati-hati sekali terhadap COVID-19, semua melakukan protokol yang jauh di atas standar. Contohnya, sebelum masuk rumah harus cuci alas sepatu dan taruh di luar pintu rumah. Saat masuk harus langsung mandi dan keramas, baju pun juga harus dicuci terpisah dengan baju rumah. Saya sangat jarang keluar dan bila dihitung dari awal pandemik saya hanya keluar rumah kurang dari 20 kali.
Tanggal 2 April 2021 saya dinyatakan positif COVID-19, akibat tertular dari kekasih saya. Kekuatiran dimulai, tetapi Tuhan baik, gejalanya ringan dan saya hanya menjalankan isolasi mandiri di rumah; bahkan anggota keluarga tidak ada yang terpapar, hanya saya saja. Saya kuatir akan menulari mereka, dan di sisi lain keluarga saya semua merasa takut berdekatan dengan saya.
Penyakit COVID-19 itu berbeda dengan penyakit lain, kalau kita sakit biasanya orang tua pasti akan menemani, ada di samping untuk menjaga dan merawat kita. Tetapi saat ini ketika kita sakit karena virus, kita hanya dapat mendengar suara mereka dari kejauhan, di tempat terpisah ataupun hanya melalui video call. Saat-saat itu saya mulai merasa kesepian di tengah isolasi mandiri yang sedang saya lakukan.
Saya merenung. Banyak pikiran yang melintas seperti: ada yang berkata bahwa COVID-19 itu seperti punya mata, bisa memilih orang yang ingin diserangnya. Tetapi pertanyaan saya, mengapa Tuhan izinkan terjadi kepada diri saya? Banyak teman dan kerabat yang keluar rumah jauh lebih sering dari saya, tetapi mengapa Tuhan mengizinkan itu terjadi kepada saya? Apakah Tuhan memang sedang menghukum saya? Pertanyaan-pertanyaan ini membuat saya merasa heran dan pesimis.
Di masa pandemik dan saat terinfeksi COVID-19 ini saya sadar bahwa penting untuk saya sehat secara jiwani, jasmani, dan juga rohani. Jika hati dan pikiran saya terus lemah, saya jadi mudah takut, khawatir, dan juga stress yang bisa menyebabkan sistem imunitas tubuh saya turun, COVID-19 semakin mudah menyerang atau memburuk. Dan saya tahu bahwa ketakutan, khawatir ataupun mudah stres bukanlah dari Tuhan, melainkan dari si jahat.
"Hati yang gembira adalah obat manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."
Amsal 17:22
Dan semakin saya khawatir, semakin sulit untuk saya beristirahat. Sedangkan secara ilmu kesehatan ketika kita tidur, tubuh yang kelihatannya beristirahat dan rileks sebenarnya sedang melakukan banyak aktifitas fisik untuk merevitalisasi dan memperbaiki sel tubuh yang rusak serta juga menghasilkan sel tubuh baru.
Tetapi ada saja yang Tuhan kerjakan yang membuka mata saya untuk melihat bahwa Tuhan itu benar-benar baik dan tepat waktu. Saya sempat hampir dimasukkan ke rumah sakit, karena di rumah saya cukup ramai, sehingga resiko tertular ke sesama lebih besar. Sebelum saya berangkat ke rumah sakit, tiba-tiba Om saya telepon Mama saya. Mama saya bercerita mengenai kondisi saya. Om saya sangat tidak setuju kalau saya harus dibawa ke rumah sakit. Saat itu Om saya langsung memberikan pilihan, yaitu untuk melakukan isolasi mandiri di rumahnya di bagian lantai atas di mana tidak ada orang yang menempati.
Kembali saya menjalani isolasi di tempat di mana saya tidak punya sumber daya di sekitarnya. Hiburan saya hanyalah makanan, tetapi saat itu penciuman saya mulai hilang. Saat makan, rasa makanan pun berubah menjadi manis atau asin saja. Di situ saya benar-benar mengandalkan dan sepenuhnya berserah kepada Tuhan.
Proses belum selesai. Setelah 14 hari isolasi mandiri, saya melakukan PCR kedua. Saya sangat beriman negatif, tetapi Tuhan berkata lain, hasil Swab tetap positif dan ditambah jumlah ct-value yang jauh menurun. Saat itu juga, saya hanya bilang ke Tuhan: “Tuhan ingin bicara apa lagi dengan saya? Saya siap mendengarkan semua, Tuhan.” Saya pun semakin menjaga protokol kesehatan, mengkonsumsi obat-obatan dan vitamin, terapi hidung dan lebih membuka hati kepada apa pun yang Tuhan ingin saya mengerti. Singkat cerita, di hari ke-21 PCR swab ketiga, puji Tuhan, saya dinyatakan negatif.
Apa yang saya pelajari selama terpapar COVID-19 ini? Dalam perenungan, saya belajar bahwa pergumulan itu bukan hanya berupa sakit tetapi bisa juga berupa masalah. Pergumulan itu bukan hal yang aneh atau asing bagi seorang percaya, hamba Tuhan bahkan tokoh Alkitab sekalipun. Terkadang ada kejadian-kejadian yang tidak enak yang terjadi atas seizin Tuhan. Namun tujuan Tuhan adalah untuk membentuk kita menjadi lebih matang dan lebih baik lagi, agar kita semakin serupa dengan gambar-Nya, because He loves us. (Wahyu 3:19)
Hal yang terpenting adalah bagaimana saya meresponi pergumulan saya. Saya belajar dari tokoh Alkitab favorit saya, Daud yang tertulis dalam 1 Samuel 30:1-6. Dalam kisah itu, situasi Daud dan tentaranya sehabis perang capek, ada yang terluka bahkan gugur mau kembali ke keluarga mereka masing-masing ke kota Siklak. Namun saat sampai di kota tersebut, ternyata malah mereka mendapati kota mereka dibakar dan keluarga mereka ditawan. Ada 2 respon di cerita ini di mana di ayat 6 tentara Daud pedih hati dan hampir melempari pemimpin mereka, Daud dengan batu. Di sini terbukti mereka tidak menjaga hati. Perasaan capek, kehilangan, marah, khawatir, takut, campur aduk menjadi satu masuk ke hati mereka, sehingga mereka tidak bisa berpikir jernih. Sedangkan respon Daud di ayat 6, dalam keadaan terjepit dan juga sama-sama kehilangan, karena 2 istrinya ditawan, ia tetap menjaga hatinya. Dia tidak pahit hati dan tahu di situasi ini dia tidak bisa mengandalkan siapa-siapa, selain menguatkan kepercayaan kepada Tuhan. Akhir cerita, Daud dan tentaranya mendapatkan kembali apa yang hilang, ditambah berkat dari barang-barang jarahannya. Kita belajar dari Daud 2 hal, yaitu Daud menjaga hatinya, bersandar dan menguatkan kepercayaan kepada Tuhan.
Saya belajar banyak dari Daud. Dalam Mazmur 23:4,
“Even when I walk through the darkest valley, I will not be afraid, for you are close beside me. Your rod and your staff protect and comfort me.”
Dan Alkitab katakan bahwa kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.
Dalam penyakit yang saya hadapi ini, saya teringat oleh penderitaan Tuhan Yesus saat paskah, di mana penderitaan yang Ia alami jauh lebih hebat di atas kayu salib. Tetapi karena pengorbanan-Nya, Tuhan telah mengalahkan semuanya (maut), seperti yang tertulis di dalam Yohanes 16:33.
COVID-19 is a chapter for me, which doesn’t determine my whole story. Saya percaya dan yakin ini pasti berlalu, karena hidup kita aman di dalam Tuhan.
Di sini saya belajar bahwa kita tidak hanya bisa mengandalkan sumber daya yang kita punya, tetapi lebih bersandar dan terus berharap lebih besar kepada Tuhan. Satu yang saya percaya dia adalah Bapa yang baik mempunyai rencana yang indah bagi kita masing-masing di depan. Mari kita sama-sama siap untuk dibentuk dan meresponi segala situasi dengan iman. Jaga hati, jangan sampai lengah.
Apakah Kebangkitatn Yesus Hoax
Simak materi tersebut selengkapnya pada link berikut ini:
https://hmministry.id/userfiles/vopArticle/
YesusTeladanIntegritasdalamPerbuatan.pdf
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
Our Media Social :
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala