Kesaksian
“Tetapi seperti ada tertulis: ”Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata,
dan tidak pernah didengar oleh telinga,
dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia:
semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”
1 Korintus 2:9 TB
Perkenalkan nama saya Putri. Saya mempunyai 3 orang anak, 1 orang putra Jeremy dan 2 orang putri, Nadine dan Valeria. Saya dibesarkan di tengah keluarga yang sangat cinta Tuhan Yesus,...
“Tetapi seperti ada tertulis: ”Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata,
dan tidak pernah didengar oleh telinga,
dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia:
semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”
1 Korintus 2:9 TB
Perkenalkan nama saya Putri. Saya mempunyai 3 orang anak, 1 orang putra Jeremy dan 2 orang putri, Nadine dan Valeria. Saya dibesarkan di tengah keluarga yang sangat cinta Tuhan Yesus, demikian pula dengan almarhum suami saya Asa Hendradi. Saya bersama anak-anak aktif melayani di COOL GBI Tapos Cibinong, Rayon 7 Bogor; yang merupakan gereja di bawah pengembalaan Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo. Saya dan suami aktif melayani di COOL umum dan anak-anak di COOL remaja.
Tuhan memberikan talenta bermain musik kepada suami saya sehingga saat di COOL, ia dapat bermain keyboard ataupun gitar untuk bersama-sama memuji Tuhan. Sayangnya suami sering tugas keluar kota jadi ia hanya dapat melayani jika sedang tidak pergi dinas saja.
Sejak kuliah suami sudah mempunyai riwayat penyakit diabetes, sehingga sejak awal tahun 2017 pengobatan pun dilakukan dengan suntilk insulin secara rutin, dan juga check up ke dokter. Namun Tuhan berkehendak lain, penyakitnya ternyata sudah menjalar ke pendengaran dan penglihatan. Bila ada luka susah sembuhnya, seperti luka di telapak kakinya. Luka itu tidak pernah kering, bahkan jari-jari suami tinggal setengah, pendengarannya pun sudah memakai alat bantu. Namun penyakit yang dialami bukan menjadi penghalang bagi dia untuk terus melayani Tuhan.
Awal tahun 2021 menjadi tahun yang terberat bagi saya karena pada tanggal 8 Januari 2021, tiba-tiba suami saya muntah-muntah. Saya segera membawanya ke dokter, hasil pemeriksaan dokter ia dinyatakan sakit maag. Akhirnya dokter membuatkan resep obat, namun herannya setelah minum obat, penyakitnya tidak kunjung sembuh bahkan terus muntah muntah.
Karena tidak ada perubahan maka keesokan harinya suami saya kembali berobat ke dokter. Hasilnya tetap saja dinyatakan kena maag. Tanggal 10 Januari suami saya mulai batuk-batuk semakin lama semakin parah bahkan sampai kehilangan indra penciuman. Melihat gejala ini, maka saya berinisiatif untuk tes PCR dan tenyata kami berdua positif COVID-19. Mengetahui hal itu saya dan suami bergegas ke RS, saya membopong suami ke ruang IGD. Namun ternyata IGD sudah penuh dan tidak ada tempat lagi, suasana rumah sakit waktu itu sangat ramai sekali, bahkan sampai kehabisan kursi roda. Setelah kami ditolak karena rumah sakit penuh, petugas keamanan setempat membantu saya membopong suami kembali ke mobil.
Sejak itu kesehatannya semakin menurun, mulai tidak kuat jalan, sampai ke kamar mandi pun harus dibantu dengan cara menopang tubuhnya. Batuknya juga semakin parah, apalagi saat itu COVID-10 dianggap sebagai penyakit yang menakutkan.
Saya terus berupaya menghubungi rumah sakit lainnya tetapi semuanya penuh. Akhirnya saya langsung datang ke rumah sakit di daerah Cibinong, namun di depan pintu masuk IGD terpampang tulisan “IGD FULL”. Walaupun demikian saya tetap masuk dan minta pertolongan kepada perawat yang bertugas: “Sus tolong untuk satu orang saja, suami saya ada penyakit diabetes sekarang tidak bisa jalan lagi.”
Puji Tuhan perawat itu menjawab: “Ada, silahkan.” Bergegas saya kembali ke mobil dengan sekuat tenaga saya membopong suami menuju IGD. Akhirnya suami saya segera ditangani. lalu perawat bertanya kepada saya: “Ibu sudah tes PCR?” Saya menjawab: “Sudah; hasilnya positif.”
Perawat meminta saya untuk sekalian dirawat, kebetulan ada pasien IGD yang akan pulang. Setelah satu hari di IGD, kami pun berpisah. Dan ternyata di sanalah terakhir kali saya dapat bertemu dengan suami, karena ruang isolasi pria dan wanita terpisah.
Saya berpikir, sekitar dua minggu lagi dapat bertemu dengan suami, namun mengapa tiba-tiba timbul perasaan tidak enak di hati saya. Saya pun meminta maaf kepada suami, jika ada perkataan dan pelayanan saya yang tidak berkenan di hatinya. Puji Tuhan, suami mengatakan tidak ada yang salah.
Suami saya lebih awal dipindahkan ke ruangan isolasi, baru keesokan harinya saya menyusul. Baru hari pertama di ruang isolasi, pagi harinya saya dihubungi oleh perawat yang bertugas di ruang pria. Saya melihat keadaan suami melalui video call, Nampak suami saya sudah tidak berdaya karena ternyata gulanya sangat tinggi dan akan dipindahkan ke ruang ICU.
Saya ingin bertemu suami, diijinkan tetapi hanya sekilas saat suami akan dipindahkan ke ruang ICU, saya melihat ia berbaring di tempat tidur dengan roda berjalan yang ditutup kaca. Saya hanya bisa memberi lambaian tangan ke suami, tapi ia hanya diam saja. Sore harinya saya didatangi oleh dokjter yang merawatnya, sontak jantung saya berdetak cepat. Apa yang terjadi? saya langsung bertanya: “Dokter, suami saya masih hidup kan?” Dokter menjawab: “Masih.”
Dokter hanya memberi informasi bahwa gula suami tinggi dan sudah kena ke ginjal, jika suami saya sembuh harus rutin cuci darah. Kemudian dokter memberikan surat perjanjian tertulis terkait suami saya di ICU, untuk dapat saya tanda tangani. Isi surat tersebut adalah untuk memberikan ijin penggunaan alat ventilator, alat bantu kejut jantung untuk suami apabila diperlukan. Akhirnya saya menandatangani surat tersebut sambil berdoa dan berharap semuanya akan baik.
Ketiga anak saya akhirnya melakukan tes PCR dan hasilnya kedua putri kami positif COVID-19, sedang putra kami negatif. Pada malam harinya kedua putri kami dibawa oleh ambulan dari rumah menuju ke RSUD tempat saya diisolasi dan setelah hari ketiga kami di tempatkan dalam satu kamar.
Salah satu putri saya, setiap sore selalu duduk di depan jendela dia berucap: ‘’Saya menunggu papa, siapa tahu papa lewat. Mungkin papa sudah keluar dari ruang isolasi.” Hari berikutnya putri saya kembali duduk di depan jendela rumah sakit, dan kedua putri saya selalu mengatakan bahwa mereka kangen papa, ingin ketemu papa, ingin tahu bagaimana kabar papa. Mereka takut jika hal terburuk menimpa papanya.
Selama isolasi saya sering mendengar Firman Tuhan yang menguatkan saya melalui Youtube. Saya juga tetap setia mengikuti ibadah online setiap minggunya, begitu pun dukungan doa datang dari teman-teman di COOL, teman-teman pelayanan di gereja, yang selalu menguatkan dan men-support saya untuk melewati ini semua.
Pada tanggal 22 Januari 2021 saya didatangi seorang psikolog dari RSUD dan memberi kabar yang sangat mengejutkan, yaitu bahwa suami saya sudah meninggal pada tanggal 12 Januari 2021. Memang hal itu sengaja tidak diberitahukan mengingat keadaan saya yang kurang stabil dan dikuatirkan imunitas saya turun. Bagai petir di siang bolong, berita ini sangat menggoncangkan hati saya dan juga anak-anak. Kami tidak dapat lagi melihat suami dan ayahnya anak-anak. Saya menghibur dan menguatkan anak-anak yang selalu berharap ingin melihat papanya kembali.
Setelah kami menjalani isolasi selama 3 minggu, akhirnya kami pun dapat keluar. Rasa sedih dan kehilangan itu pasti ada, tetapi saya belajar beriman dan percaya Tuhan Yesus yang menjadi Gembala yang baik atas hidup saya dan anak-anak. Masa pandemi ini tidak dapat dipungkiri lagi berapa banyak yang kehilangan orang-orang yang dicintainya.
Di sini saya belajar untuk selalu bersyukur buat semua yang boleh Tuhan ijinkan terjadi, saya percaya Tuhan punya rancangan masa depan yang baik, yang manis dan indah buat saya dan anak-anak saya. Tuhan yang menilik hati dan membuat kami kuat untuk percaya, bahwa Firman Tuhan mengatakan: “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku mengendongmu.” (Yesaya 46:4)
Saya akan terus membawa ketiga anak saya untuk lebih dekat dan mengandalkan Tuhan.
Sampai hari ini Tuhan memelihara kehidupan kami sempurna, saya bersyukur diberikan kesehatan untuk dapat bekerja di kantor. Juga pada hari Sabtu dan Minggu saya dapat menerima pesanan katering, berjualan jajanan pasar dan kue. Apabila kita ada sampai hari ini, ini adalah anugerah dan kemurahan Tuhan.
Saya diijinkan Tuhan untuk kehilangan suami, namun saya tetap dapat berkata bahwa Tuhan Yesus itu baik, saya percaya bahwa apa yang tidak terpikirkan oleh saya Tuhan sediakan. Jangan kuatir tentang apapun juga sebab Tuhan yang menjaga dan memelihara setiap kita anak-anak-Nya dengan sempurna. Haleluya. Amin.
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam
segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."
Filipi 4:6
Apakah Kebangkitatn Yesus Hoax
Simak materi tersebut selengkapnya pada link berikut ini:
https://hmministry.id/userfiles/vopArticle/
YesusTeladanIntegritasdalamPerbuatan.pdf
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
Our Media Social :
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala