Renungan Khusus
Di tahun 2022, penduduk bumi terhitung sebanyak 7,9 miliar orang dan hampir 84 persennya, sekitar 6,6 miliar orang telah menggunakan smartphone dalam kesehariannya. Terlepas dari seberapa mahir orang tersebut menggunakan gadget, tetap saja ada sejumlah besar manusia yang terpapar segala bentuk interaksi, informasi, hiburan, bahkan transaksi jual beli yang disajikan oleh layar...
Di tahun 2022, penduduk bumi terhitung sebanyak 7,9 miliar orang dan hampir 84 persennya, sekitar 6,6 miliar orang telah menggunakan smartphone dalam kesehariannya. Terlepas dari seberapa mahir orang tersebut menggunakan gadget, tetap saja ada sejumlah besar manusia yang terpapar segala bentuk interaksi, informasi, hiburan, bahkan transaksi jual beli yang disajikan oleh layar kecil di depan matanya. Apalagi bagi anak muda yang sempat disebut sebagai ‘generasi nunduk’, sebuah istilah yang digunakan masyarakat untuk mendeskripsikan sekelompok orang yang dominan menunduk saat berada di suatu tempat, karena sedang menggunakan smartphone atau gadget masing-masing.
‘GENERASI NUNDUK’
Di bulan Februari 2018, Barna Research meneliti lebih dari 1.500 anak muda berusia 18-29 tahun yang menggunakan smartphone, dan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa mereka menghabiskan 2.767 jam dalam setahun di depan layar gadget mereka. 1 Jika dihitung, hal ini berarti menghabiskan 115 hari dalam setahun hanya untuk menggunakan gadget!
Meskipun gadget juga dapat digunakan untuk mengakses konten-konten rohani, namun survey membuktikan bahwa hanya 5,5 persen dari waktu tersebut yang digunakan oleh anak muda untuk membaca atau menonton konten yang dapat mendukung pertumbuhan iman mereka.
Dr. David Schramm, seorang profesor dari Utah State University mengadakan sebuah penelitian mengenai dampak penggunaan teknologi terhadap kualitas sebuah hubungan.2 Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan teknologi yang tinggi, dalam hal ini gadget, menyebabkan kerenggangan dalam waktu dan komunikasi sehingga berdampak negatif dalam kualitas hubungan seseorang.
Apabila pemakaian gadget dapat merenggangkan komunikasi dan hubungan antar manusia, apalagi hubungan antara manusia dengan Tuhan yang tidak dapat dilihat secara jasmani. Hal ini juga didukung oleh David Kinnaman dalam penelitiannya, bahwa hanya 1 dari 10 anak muda berusia 20-an yang masih berkomunikasi rutin dengan Tuhan dan memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan. 3
Sekitar tahun 597 SM, Nebukadnezar, raja Babel mengangkut bangsa Israel, termasuk pemimpin-pemimpinnya dan menawan mereka di Babel selama 70 tahun. (2 Raja-raja 24:10-17) Pada waktu itu, bangsa Israel mengalami masa pembuangan yang membuat mereka sangat tertekan. Mereka ditindas, dijadikan sebagai pekerja rodi, dan lebih parahnya lagi, mereka dipaksa untuk beradaptasi dengan adat istiadat orang Babel, artinya mereka harus meninggalkan kebiasaan dan kultur yang sudah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Dalam pembuangan Babel, orang Israel harus hidup di negeri asing, dengan allah asing, dan kultur yang asing bagi mereka.
‘BABEL DIGITAL’
Jika dibandingkan dengan peristiwa Alkitab ini, dunia yang kita hidupi saat ini bagaikan sebuah ‘Babel Digital’, di mana kita harus hidup di negeri asing, yaitu dunia virtual di mana tidak ada lagi tatap muka, sentuhan secara langsung, minimnya komunikasi verbal dan didominasi komunikasi via pesan pendek atau chat; allah asing, di mana orang memiliki pujaan yang seakan mereka dewakan, dan mengabdikan hidup mereka untuk mengikuti allah asing; mulai dari seorang publik figur, sampai bisnis dan perdagangan online yang sedang marak; dan juga kultur asing, yaitu gaya hidup yang dipertontonkan di dunia digital dan dianggap paling pantas menjadi panutan bagi mereka yang menyaksikannya.
Inilah fakta dari dunia di mana anak-anak muda menghabiskan sepertiga dari waktunya dalam setahun untuk berkutat di dalamnya.
Lantas, ketika Babel digital saat ini tidak dapat lagi kita hindari, apakah artinya kita harus beradaptasi di negeri asing ini dengan mengikuti setiap allah asing dan kultur asing yang ada di dalamnya?
Banyak anak muda berpikir bahwa jika mereka tidak hidup mengikuti trend, gaya hidup yang saat ini sedang digandrungi oleh dunia, maka mereka akan dianggap ‘kuper’, gak gaul, tidak relevan, dan dijauhi oleh teman-teman. Tentu saja hal ini bukan berarti anak Tuhan harus menjadi kuno, tidak up-to-date terhadap perkembangan zaman, dan tidak boleh mengikuti trend tertentu yang saat ini sedang marak.
Bagaimanapun juga, sama seperti bangsa Israel yang harus hidup di pengasingan Babel selama 70 tahun, kita juga tidak dapat lari dari Babel digital yang sedang kita hidupi saat ini. Namun, tentu saja anak-anak Tuhan tetap harus menunjukkan perbedaan dan justru bersinar di tengah pengasingan.
Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego adalah beberapa anak muda Yahudi yang hidup di pengasingan Babel namun justru menjadi orang-orang yang berpengaruh di sana.
‘HIDUP DI DALAM, NAMUN DI LUAR’
Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, adalah orang yang hidup di dalam negeri Babel namun di luar sistem Babel, yaitu dalam sistem Kerajaan Allah. Ada hal-hal prinsip yang harus dilakukan anak Tuhan yang sedang hidup dalam pengasingan 'Babel Digital' agar tetap dapat menyaksikan Tuhan di tengah 'negeri asing' ini.
Hidup dalam Keintiman dengan Tuhan
Di penelitian yang kita baca di atas, hanya 10 persen dari anak-anak muda di Babel digital ini yang masih berkomunikasi dengan Tuhan dan menjaga kehidupan intim dengan Tuhan. Itu sebabnya banyak anak muda mengalami anxiety attack (serangan kecemasan) ketika berhadapan dengan berbagai masalah dalam hidup.
Daniel 6:11 mencatat bahwa Daniel menjaga keintimannya dengan Allah dengan mempertahankan kebiasaannya berdoa kepada Allah tiga kali sehari. Hal ini membuat Daniel memiliki iman yang tangguh bahkan ketika ia dijatuhi hukuman dilempar ke gua singa.
Mazmur Daud menuliskan:
“Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.”
Mazmur 62:2-3
Hidup dalam keintiman dengan Tuhan berarti secara rutin berbicara, mendengarkan, dan meresponi suara Roh Kudus dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak Menyembah Allah Lain
Dalam kitab Daniel 3, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dicampakkan ke perapian oleh raja Nebukadnezar karena mereka menolak untuk menyembah allah orang Babel.
Mungkin dalam konteks 'Babel Digital' ini, kita tidak secara harafiah menyembah patung atau allah lain.
Namun hal ini berbicara tentang sesuatu yang lebih kita puja, lebih kita utamakan, dahulukan, lebih kita sayangi, dan kita memberi waktu lebih untuk hal ini dibandingkan kepada Tuhan, yaitu kepada allah asing yang ditawarkan di 'Babel Digital'. Ingat, hukum Taurat yang pertama juga berbunyi:
“Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.”
Keluaran 20:3
Tidak Menajiskan Diri
Selain menjaga hubungan intim dengan Tuhan dan tidak menyembah raja, Daniel juga berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja. (Daniel 1:8)
Ada sebuah pepatah dalam bahasa Inggris yang berbunyi:
“You are what you eat from your head down to your feet.”
Arti dari pepatah ini adalah segala yang kita masukkan ke dalam tubuh kita akan memberikan pengaruh kepada fungsi keseluruhan tubuh kita. Tidak menajiskan diri bukan benar-benar berarti kita tidak boleh makan atau minum hal-hal tertentu, namun kita perlu menjaga apa yang kita “masukkan ke dalam tubuh kita”.Ketika Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego melakukan prinsip-prinsip kebenaran, Alkitab mencatat bahwa:
Kesaksian
“Mengucap syukurlah dalam segala hal,
sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."
1 Tesalonika 5:18
Perkenalkan nama saya Pdm. Rosyanti dan suami saya Pdt. Roditus Mangunsaputro mengembalakan di GBI H.O.T. Poins Square (yang merupakan salah satu cabang di bawah pengembalaan Pdt. Ir. Niko Njotorahardjo). Saya ingin berbagi kesaksian bagaimana pertolongan Tuhan Yesus itu nyata, ketika kami sekeluarga terpapar COVID...
“Mengucap syukurlah dalam segala hal,
sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."
1 Tesalonika 5:18
Perkenalkan nama saya Pdm. Rosyanti dan suami saya Pdt. Roditus Mangunsaputro mengembalakan di GBI H.O.T. Poins Square (yang merupakan salah satu cabang di bawah pengembalaan Pdt. Ir. Niko Njotorahardjo). Saya ingin berbagi kesaksian bagaimana pertolongan Tuhan Yesus itu nyata, ketika kami sekeluarga terpapar COVID-19.
Berawal pada hari Sabtu, tanggal 22 Januari 2022, anak kami Rino badannya meriang, pegal dan sakit seperti masuk angin. Melihat hal ini, suami saya langsung berinisiatif untuk mengerik Rino, lalu memberikannya obat. Hari Minggu selesai Rino pelayanan WL di gereja, ia merasa tidak enak badan dan esok harinya tubuhnya kembali meriang. Saya berikan paracetamol dan vitamin.
Hari Selasa anak saya Ninuk juga mulai meriang dan batuk, padahal saat itu ia masih menyusui dengan memberikan asi secara langsung ke bayi Caroline yang masih berusia 1 tahun 3 bulan. Melihat kondisi keduanya akhirnya hari itu juga Rino dan Ninuk tes PCR, dan ternyata hasilnya mereka berdua positif COVID-19. Mereka berdua langsung menjalani isolasi mandiri (isoman) di lantai atas rumah kami. Melihat keadaan ini kami pun menghubungi Halodoc, dari sana mereka diberikan obat. Ternyata keadaan semakin tidak membaik. Suami dan anak saya Kezia juga baby Caroline mulai batuk dan meriang.
Tanggal 28 Januari 2022, langsung kami berlima termasuk ART (asisten rumah tangga) menjalani tes PCR. Hasilnya suami saya Pak Roditus, Kezia dan baby Caroline positif terpapar COVID-19. Sedangkan saya bersama cucu saya Rachel (12 th) dan ART hasilnya negatif.
Segera kami memberitahukan RT/RW setempat dan ternyata sudah ada petugas Satgas COVID-19. Setelah mendapatkan laporan mereka cepat bertindak. Lima orang yang positif dengan gejala berat akan di isolasi di Wisma Atlet Kemayoran. Kondisi suami saya saat itu sudah semakin menurun, yang dialaminya meriang, batuk kering, pilek, dadanya sakit dengan saturasinya 90. Ia juga tidak bisa makan; mual dan susah berjalan.
Tanggal 30 Januari, saya bersama cucu saya Rachel dan ART menjalani tes PCR. Ternyata saya dan ART positif COVID-19 tanpa gejala. Singkat cerita kami siap-siap untuk ke Wisma Atlet, ternyata info dari sana hanya bisa untuk 2 orang. Anak-anak sepakat papa dan mama saja yang dirawat mengingat usia sudah di atas 60 tahun.
Namun saat dalam perjalanan kami mendapatkan info, jika Wisma Atlet penuh dan antrian panjang. Tuhan Yesus dahsyat, puji Tuhan tidak ada yang kebetulan… salah seorang dari pengerja di gereja kami adalah suster di RS Siloam, sehingga ia dapat membantu untuk mendapatkan akses rujukan ke RS Siloam Mampang (khusus RS COVID-19).
Seharusnya saya tidak perlu dirawat, namun karena kemurahan Tuhan, dokter mengijinkan sewaktu saya minta tolong untuk dirawat juga, sehingga saya bisa merawat suami saya. Kami diberikan kamar yang terhubung (connecting room).
Kondisi bapak semakin menurun. Hasil pemeriksaan Pak Roditus, paru-parunya sudah dipenuhi seperti kabut putih (gejala pneumonia), sedangkan paru-paru saya bersih. Lima hari pertama kondisi suami saya sangat menurun sekali. Keadaannya begitu lemah, tidak bisa makan, tidak bisa bergerak dan batuk. Dadanya sakit seperti mau meledak... sesak susah bernapas dan sakit harus dibantu dengan alat bantu oksigen.
Di situ saya dan bapak terus berdoa untuk kesembuhannya, kami putar lagu-lagu rohani. Khususnya lagu-lagu Pak Niko dan Pak Welyar. Kami percaya ada mujizat kesembuhan yang Tuhan beri. Meskipun secara pribadi suami saya sudah bersaksi beliau sudah siap, kalau Tuhan Yesus memanggilnya pulang. Saat itu ada pertobatan dan introspeksi diri suami saya, dikatakan ini proses peremukan.
Melihat kondisinya, jujur perasaan sedih, kuatir itu ada, namun sebagai istri saya harus menjadi tiang doa untuk suami saya tercinta. Perjuangan iman saya belum selesai. Saat itu saya berdoa dan memuji Tuhan, setiap jam saya ke kamar suami untuk cek dan juga mengurapi beliau… membaca Firman Tuhan dan saya perkatakan. Saya tengking roh maut, saya minta damai sejahtera yang dari Tuhan. Dan saya mengucap syukur buat semua proses yang Tuhan ijinkan terjadi. Hari lepas hari saya semakin percaya bahwa Tuhan pasti menolong.
Dukungan doa pun mengalir dari teman-teman sepelayanan, keluarga. Ada doa, ucapan syukur yang dinaikkan. Ada pengharapan kepada Tuhan. Malam-malam saya berdoa, nangis minta belas kasihan Tuhan turun. Memohon kepada Tuhan supaya suami saya sembuh dan kami bisa bersama-sama melayani Tuhan.
Puji Tuhan, Tuhan Yesus teramat sangat baik. Mujizat pun terjadi di hari ke-6, Pak Roditus bisa bangun dan mulai latihan napas diterapi dan latihan berjalan. Sungguh proses kesembuhan yang luar biasa, karena tadinya bapak jalan saja tidak bisa. Tiga hari kemudian sudah lebih sehat. Pemulihan terus terjadi, setelah 10 hari di RS, kami pun diperbolehkan pulang dan diminta istirahat di rumah selama 7 hari, baru di PCR lagi dan cek semuanya; sudah clear/sehat. Terpujilah Tuhan Yesus suami saya sembuh total. Haleluya12 kali.
Saya bersyukur atas pertolongan Tuhan Yesus buat kesempatan kedua yang Tuhan kasih. Terima kasih Tuhan Yesus Engkau teramat sangat baik, Tuhan Yesus yang selalu ada dalam setiap musim di dalam kehidupan kami.
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia;
bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.”
Roma 11:36
Apakah Kita Menyembah Satu atau Tiga Allah
Simak materi tersebut selengkapnya pada link berikut ini:
https://hmministry.id/userfiles/vopArticle/
ApakahKitaMenyembahSatuatauTigaAllah.pdf
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
Our Media Social :
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala