TUHAN TEMPAT PERLINDUNGANKU
Shalom.
Perkenalkan nama saya Merry dan suami saya Sonny Tumara. Saya bersama ketiga anak-anak kami saat ini bermukim dan beribadah di BIC Denver, Colorado USA. Saya ingin menyaksikan saat di mana saya dan suami terpapar COVID-19, tetapi Tuhan tidak meninggalkan kami.
Pada hari minggu, tanggal 15 Maret 2020 saya mendengar suami saya kedatangan seorang tamu; yang mengabarkan melalui telepon kalau ia sudah menunggu di depan pintu rumah kami. Suami saya langsung pergi menemuinya tentunya dengan menggunakan masker.
Setelah 20 menit di luar suami saya pun masuk ke dalam dan baru saya ketahui kalau yang datang tadi adalah seorang hamba Tuhan yang meminta bantuan untuk melihat kondisi mobil yang akan dibelinya, kebetulan suami saya adalah seorang mekanik. Saya tidak pernah berpikir bahwa pertemuan itu akan menjadi bencana buat keluarga saya.
Pada malam harinya saya merasakan kurang enak badan, saya hanya berpikir maklum saya ini ibu dari 3 orang anak, terlebih yang bungsu masih bayi. Jadi mungkin hanya kecapean saja karena semua pekerjaan rumah diurus sendiri. Jadi malam itu saya beristirahat dan berharap besok ketika bangun pagi keadaan saya sudah membaik.
Namun pada saat saya bangun pagi, saya merasakan seluruh badan saya serasa habis digebukin. Jadi seharian itu saya hanya tiduran saja berharap semuanya akan pulih, tetapi sampai malam harinya seluruh badan saya semakin tidak karuan, saya mulai demam, batuk, sakit kepala, juga otot, tulang seperti mau copot.
Keesokan harinya suami saya pun merasakan hal yang sama, ia jatuh sakit juga.
Pada hari itu suami saya mendapat kabar dari temannya bahwa hamba Tuhan yang datang beberapa hari lalu menemui suami saya itu sudah dinyatakan mengidap COVID-19 dan sedang menjalani isolasi mandiri. Beliau sedang dalam pengawasan dokter, dan sudah dikasih obat; juga alat bantu pernafasan untuk berjaga-jaga kalau sesak nafas. Maklumlah rumah sakit pada waktu itu sudah penuh dan mereka hanya merawat pasien yang gejalanya sudah parah sekali.
Bukan main kagetnya kami, ketika mendengar kabar ini. Saya dan suami sudah merasakan tidak enak badan dan gejala yang kami rasakan sama dengan COVID-19. Kami segera menghubungi rumah sakit, namun mereka menyarankan untuk di rumah saja, kecuali keadaan kami sudah tidak sanggup lagi baru minta bantuan ke 911. Akhirnya saya dan suami menjalani isolasi mandiri di rumah.
Sejak itu hari-hari yang kami jalani adalah perjuangan untuk dapat sembuh, saya coba melawan penyakit ini dengan apa yang saya rasakan. Memang parah sekali virus ini, saya demam, batuk, sesak nafas, sakit kepala, tidak ada nafsu makan, lemas, sampai untuk bangun saja susah. Tetapi saya tidak mau terbawa dengan apa yang saya rasakan, saya lawan kelemahan tubuh ini dengan saya paksakan bangun, paksakan makan, minum walau lidah ini terasa pahit. Saya banyak konsumsi vitamin C. Selain itu, yang utama adalah doa. Banyak dukungan doa dari Gembala, dan dari teman-teman di COOL. Doa itu sangat menguatkan iman kami pada saat kami sedang membutuhkan support rohani.
Saya sakit hanya 4 hari tetapi suami saya sampai 2 minggu. Kami bersyukur kepada Tuhan, karena Tuhan memberikan kekuatan untuk melewati ini semua. Saya percaya semua karena pertolongan Tuhan, kalau kami boleh merasakan dan mengalami sendiri penyakit ini, pasti dibalik ini ada maksud Tuhan, dan semua ada dalam kendali-Nya Tuhan. Saya dan suami sangat percaya segala sesuatu yang diijinkan Tuhan terjadi dalam hidup kami, pada akhirnya mendatangkan kebaikan. Tuhan Yesus tetap baik; apa pun keadaan kamiā¦ baik atau tidak baik, Tuhan selalu menyertai kami.
Puji Tuhan setelah satu bulan mengisolasikan diri di rumah, saya dan suami sekarang sudah sehat, dan lebih bersyukur lagi untuk ketiga anak kami terlebih khusus si bayi tidak terjangkit, padahal mereka bertiga tetap berinteraksi dengan saya dan suami.
Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau baik, teramat baik dan sangat baik.