Renungan Khusus
“Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami,
betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,
dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. “
Efesus 3:18-19a
Seberapa intenskah seharusnya seseorang mengalami kasih Allah?...
“Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami,
betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,
dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. “
Efesus 3:18-19a
Seberapa intenskah seharusnya seseorang mengalami kasih Allah? Paulus menyebutkan bahwa kasih Allah itu “melampaui segala pengetahuan”, akan tetapi ia berdoa supaya orang “dapat mengenal kasih itu”. Perkataan Paulus yang sekilas tampak sebagai sebuah kontradiksi ini, menurut Klyne Snodgrass, menunjukkan sebuah ungkapan dari seseorang yang telah dikejutkan oleh dan tenggelam dalam kasih Kristus.
Ya. Tuhan berkehendak supaya “segala orang kudus”, artinya kita semua, dapat mengalami dan menghidupi kasih Tuhan secara intens, tidak hanya sebatas yang sudah biasa kita rasakan. Sedemikian hebatnya kasih itu sehingga orang tidak akan pernah berhenti untuk menjelajahinya. Tuhan mau semua orang kudus tidak hanya memahami hanya lebarnya, atau panjangnya kasih Kristus, melainkan keseluruhan dimensi dari kasih Kristus: lebar, panjang, tinggi dan dalam. Adalah kehendak-Nya supaya kita mengalami kasih Tuhan dalam dimensi yang baru.
Surat kepada jemaat di Efesus yang ditulis dua ribu tahun yang lalu, memperlihatkan kepada kita umat Tuhan zaman now, seperti apakah kasih Tuhan yang multi dimensi harus dialami.
Allah,
“Oleh karena kasih-Nya yang besar” (Ef 2:4),
“Telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus” (Ef 2:5),
“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan yang baik” (Ef 2:10)
Kasih yang sejati dari Tuhan di dalam hidup kita tidaklah pernah terbuang percuma. Pasti menghasilkan buah. Perbuatan yang baik bukanlah dasar atau alasan Tuhan mengasihi kita, melainkan buah atau dampak dari kasih Tuhan.
Karena itulah, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus mengajarkan keberadaan:
Secara singkat, kasih Tuhan membuat hidup seseorang tidak lagi berpusat kepada dirinya sendiri.
“Kasih” versi dunia membuat seseorang hanya mengasihi atau mengasihani dirinya sendiri. Kasih Tuhan membuat seseorang berbuah, melakukan pekerjaan yang baik bagi sesamanya.
Mari menguji diri, kasih versi manakah yang kita hidupi dengan melihat buah yang dihasilkannya.
Dengan,
“Teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus” (Ef 4:15)
Dan dari Kristus juga lah seluruh tubuh “menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef 4:16).
“Di dalam kasih” pula “kamu berakar serta berdasar” (Ef 3:17)
Kasih Tuhan digambarkan seperti tanah subur yang menjadi tempat bagi sebuah pohon berakar dan bertumbuh. Hidup dalam kebenaran saja (Ef 4:15), atau kesatuan anggota tubuh Kristus saja (Ef 4:16), tidak dapat menghasilkan pertumbuhan apabila tidak berakar dalam kasih.
Betapa pentingnya kasih bagi pertumbuhan rohani ke arah keserupaan dengan Kristus! Pada akhirnya, kasih Tuhan pasti membawa gereja-Nya bertransformasi paripurna menjadi mempelai-Nya. Penglihatan merentang zaman yang Tuhan berikan kepada Yohanes dalam kitab Wahyu, dimulai dengan penglihatan tujuh kaki dian (Why 1:19-20), berbicara tentang Gereja Tuhan, dan ditutup dengan penglihatan “pengantin perempuan, mempelai Anak Domba.” (Why 21:9)
Marilah kita mengejar kasih yang membawa kita diproses jadi mempelai. Tinggalkan ‘kasih’ tanpa proses, yang terus memposisikan kita sebagai umat yang kekanak-kanakan. Jauhi kasih semu yang meninabobokan kita menjadi “anak-anak gampang.” (Ibr 12:8)
Di tengah-tengah pesan tentang kasih yang banyak mewarnai surat Efesus terdapat perintah untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah (Ef 5:10-20).
Kemunculan nats tentang peperangan rohani ini terlihat seperti tidak ada hubungannya dengan nats-nats sebelumnya tentang kasih. Para penafsir mencoba mengaitkannya dengan latar belakang sosio-religius kota Efesus yang adalah pusat penyembahan berhala dewi Diana.
Sesungguhnya, perintah peperangan rohani melekat erat dengan pesan tentang kasih Tuhan. Mengapa demikian? Firman Tuhan menjelaskannya sebagai berikut:
Rom 8:38-39, "Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."
Ef 6:12, "Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."
Ayat-ayat ini bukan hanya menjelaskan keberadaan “pemerintah” dan “kuasa”/”penguasa” dunia yang gelap, melainkan juga apa yang mereka kerjakan. Rm 8:38-39 menandakan bahwa salah satu yang diupayakan oleh pemerintah dan penguasa ini adalah memisahkan orang percaya dari kasih Allah!
Firman Tuhan di kitab Roma ini memberikan jaminan kemenangan, tidak ada yang akan dapat memisahkan kita dari kasih Yesus. Haleluya!
Kemenangan yang sudah dijamin tidak membuat si penerima berleha-leha. Juga, kasih Yesus yang ajaib tidak mungkin tidak membuat si penerima kasih mempertahankan kasih Tuhan mati-matian. Apabila pasangan suami isteri harus berupaya keras merawat kasih di dalam pernikahan yang sementara di dunia ini, terlebih lagi kita harus merawat kasih abadi yang diterima dari Tuhan sampai langit dan bumi yang baru.
Untuk itulah peperangan rohani harus dilakukan oleh semua orang yang telah menerima dan mengalami kasih Tuhan.
Bagaimana kita melakukan itu?
Dalam Why 2:4-5, Tuhan menegur gereja di kota Efesus karena “meninggalkan kasih yang semula”. Rupanya, jemaat Efesus sempat mengalami kekalahan dalam peperangan rohaninya melawan penguasa di Efesus. Umat Tuhan di Efesus mungkin tidak lagi menyembah dewi Diana. Namun meninggalkan berhala dan juga meninggalkan kasih semula adalah sebuah kekalahan telak dan parah dalam peperangan rohani.
Kepada umat Tuhan yang sempat terpukul kalah karena kehilangan kasih yang semula, Tuhan meminta untuk bertobat dan melakukan lagi apa yang semula telah dilakukan (Why 2:5). Akan tetapi standar Tuhan yang sesungguhnya adalah bahwa kasih kita yang terakhir harus lebih besar dari pada yang pertama (Why 2:19)
Di dalam Tahun Dimensi yang Baru ini, biarlah kita semua mengalami kasih Tuhan yang multi dimensi. Kita semua menjadi orang “yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa” (Ef 6:24). Kasih karunia menyertai kita semua. Amin. (HT)
Kesaksian
“Terpujilah Tuhan, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan!”
Mazmur 32:21
Nama saya Mimin, berasal dari Banyuwangi Jawa Timur, usia saya 65 tahun. Pada bulan Januari 2019 yang lalu anak dan cucu saya datang berkunjung. Saya dan suami senang sekali melihat mereka da...
“Terpujilah Tuhan, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan!” Nama saya Mimin, berasal dari Banyuwangi Jawa Timur, usia saya 65 tahun. Pada bulan Januari 2019 yang lalu anak dan cucu saya datang berkunjung. Saya dan suami senang sekali melihat mereka datang dan menginap di rumah. Namun karena terbatasnya kamar tidur kami maka ada yang tidur di kamar dan ada yang di loteng. Setelah liburan usai mereka pulang ke rumah masing-masing, tinggallah saya seorang diri membereskan barang-barang yang dipakai untuk menginap. Saya naik ke atas loteng, di sana ada kasur, bantal, ada guling juga ada toples makanan dan kipas angin. Saya mulai menurunkan barang-barang itu satu persatu, kalau bantal dan guling bisa saya lempar ke bawah. Tetapi kipas dan toples tidak mungkin saya lempar tetapi harus saya bawa ke bawah menuruni tangga. Pada saat saya membawa kipas angin dan toples menuruni anak tangga, tiba-tiba saja pijakan anak tangga yang saya injak lepas. Otomatis badan saya terjun bebas ke bawah dari ketinggian 3 meter. Saya jatuh dengan posisi duduk, sakitnya setengah mati. Saya hanya bisa menangis menahan sakit, suami saya segera memanggil tukang urut untuk mengobati dan beliau mengatakan bahwa ada masalah pada tulang belakang saya. Sejak hari itu saya tidak bisa jalan. Rasa sedih bercampur dengan ketakutan memenuhi pikiran saya, bagaimana jika selamanya saya tidak bisa jalan lagi? Karena sejak jatuh saya tidak bisa ke mana-mana hanya tiduran saja, untuk ke kamar mandi pun saya perlu bantuan dari orang lain. Saya hanya bisa menangis, kalau mengingat dulu saya bisa jalan. Bosan dengan keadaan dan didorong dengan keinginan bisa jalan lagi, maka pelan-pelan saya mulai belajar duduk meskipun rasanya sakit dan setelah beberapa lama saya mulai bisa jalan sedikit-sedikit dengan cara berpegangan pada lemari atau merambat pada tembok. Sakit yang saya rasakan sangat membuat saya menderita. Mau duduk, bangun, tiduran sakitnya minta ampun. Setelah saya bisa jalan sedikit-sedikit baru saya pergi berobat ke dokter. Hasil pemeriksaan menunjukkan kalau saya mengalami syaraf terjepit. Dokter menganjurkan saya untuk menjalani operasi. Mendengar hal ini saya hanya bisa menangis, karena saya takut dioperasi dan juga saya tidak memiliki cukup uang sebesar 20 juta rupiah untuk biaya operasinya. Akhirnya saya menjalani terapi seminggu sekali, minum obat dan memakai korset untuk tulang belakang saya. Setelah saya memakai korset saya merasa lebih enak, meskipun rasa sakit itu masih ada. Oleh karena itu saya tidak berani melepas korset karena sakit. Saya hanya dapat berdoa untuk dapat sembuh seperti semula, saya benar-benar ingin sekali sembuh. Selama beberapa bulan saya menjalani hidup dengan memakai korset, doa dan harapan saya tidak hilang karena dari gereja diberikan kabar bahwa di Banyuwangi akan diadakan KKR Kesembuhan Ilahi yang dilayani oleh Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo. Saya bersama suami ingin datang dan ingin mendapatkan sesuatu di sana, terlebih sudah beberapa tahun ini suami saya mengalami sakit jantung. Kami berharap, kami berdua akan mengalami mujizat kesembuhan. Tgl 26 Juni 2019 saya dan suami datang ke lapangan Alam Indah Lestari. Saya mengikuti setiap puji-pujian dan menikmati hadirat Tuhan. Saya memuji Tuhan bertepuk tangan dan menari buat Tuhan. Banyak pendoa yang menghampiri saya dan mendoakan, saya amin kan saya sembuh. Biasanya saya tidak bisa menggerakan pinggang ke kiri dan ke kanan, tetapi saat pendoa itu meminta saya melakukan hal itu… dengan mudahnya saya dapat melakukannya. Loh ini ajaib, saya coba gerakan berulang kali dan tidak sakit sama sekali. Dengan penuh keberanian saat diminta untuk melepaskan korset, saya lepaskan dan pinggang saya tidak sakit lagi. Dengan leluasa saya dapat duduk bangun, berdiri tidak sakit lagi. Malam itu saya sangat senang sekali, karena Tuhan Yesus sudah menyembuhkan saya. Saya pulang ke rumah dengan sukacita, karena saya tahu doa, pengharapan yang saya gantungkan kepada Tuhan Yesus tidak akan pernah sia-sia. Saya sudah menerima kebaikan Tuhan dengan ajaib. Sampai hari ini ketika kesaksian ini dibuat dan ditulis, saya sudah sembuh sempurna. Saya menikmati hari-hari yang saya jalani tanpa ada rasa sakit lagi. Saya bersyukur buat kesempatan yang Tuhan berikan. Terima kasih Tuhan Yesus, saya sangat bersukacita.
Kesaksian
IBU MIMIN
TUHANKU AJAIB SEKALI
Mazmur 32:21
Sekretariat Pusat
Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC-7 No. 48 - 51
Kelapa Gading, Jakarta 14240
Telp. 021 - 452 8436
Sekretariat Operasional
SICC Tower Jl. Jend Sudirman Sentul City Bogor 16810
Telp. 021 - 2868 9800 / 2868 9850
Website: www.hmministry.id
email: info@hmministry.com
PENANGGUNG JAWAB
Pdm. Robbyanto Tenggala